1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia Mulai Konfrontasi Cina

11 September 2017

Indonesia menyatakan secara resmi akan mengganti nama bagian selatan Laut Cina Selatan. Cina bereaksi dengan menyebut langkah itu "tidak ada artinya." Apakah asumsi Cina benar?

https://p.dw.com/p/2jhK6
Indionesien Marinebasis Kolinlamil
Foto: imago/ZUMA Press

Perairan sekitar kepulauan Natuna kini jadi kawasan konfklik antara Indonesia dan Cina. Indonesia mengumumkan rencana perubahan nama kawasan perairan, yang masuk wilayah Indonesia itu menjadi Laut Natuna Utara Juli lalu. 

Langkah Indonesia juga makin "agresif" di kawasan perbatasan Laut Cina Selatan. Antara lain dengan tindakan menambah kekuatan militer di kepulauan Natuna dan pengerahan kapal perang ke kawasan itu. Langkah Indonesia mulai tampak jelas saat negara-negara lain di kawasan cenderung bersikap lunak terhadap klaim kawasan kedauloatan laut Cina. Cina menyerukan Indonesia untuk membatalkan rencana penggantian nama kawasan perairan itu..

Manuver konfrontasi

Cina dan Indonesia sudah pernah terlibat cekcok maritim di tahun 2016. Yang mencuat ketika itu adalah aksi tembakan peringatan, serta penangkapan sebuah kapal nelayan Cina dan awaknya oleh sebuah kapal perang Indonesia.

Infografik Karte South China Sea: Chinese claims and disputed islands

Langkah penggantian nama oleh Indonesia berarti manuver menantang Cina. Padahal Cina adalah salah satu investor terbesar, juga mitra perdagangan. Cina dinilai berusaha mengkontrol kawasan perairan yang punya sumber daya alam besar, terutama minyak, gas alam dan ikan.

Tantangan dari Indonesia jelas ditujukan terhadap apa yang disebut oleh Beijing sebagai "sembilan garis putus" (nine dash lines), yang pada peta Cina menetapkan kawasan luas di Laut Cina Selatan sebagai zona maritim milik Beijing. Sementara itu aktor baru juga  mulai muncul dalam konflik. Angkatan Laut AS mulai menantang klaim Cina dengan menggelar latihan militer di kawasan yang diklaim Cina.

Sikap Indonesia makin tegas

Selama bertahun-tahun Indonesia tidak menyatakan dukungan kepada pihak manapun berkaitan dengan konflik dengan Cina di Laut Cina Selatan. Berbeda dengan negara-negara tetangganya seperti Brunei, Malaysia, Filipina dan Vietnam.

Namun setelah rangkaian friksi dan puncaknya cekcok terakhir di bulan Juni, Departemen Luar Negeri Cina mengeluarkan pernyataan yang untuk pertama kalinya mengikutsertakan kawasan penangkapan ikan tradisional Indonesia, yang ada di dalam zona ekonomi eksklusif Indonesia, ke dalam kawasan sembilan garis putusnya.

Pemerintahan di bawah Presiden Jokowi juga makin tegas menanggapi langkah Beijing. Salah satunya memprioritaskan pembentukan Indonesia menjadi kekuatan maritim di kawasan. Dalam kunjungannya ke Jepang tahun 2015, Jokowi menegaskan dalam interview bahwa sembilan garis putus yang ditetapkan Cina tidak punya dasar dalam hukum internasional.

ml/as (straittimes, antaranews.com)