1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

India Bangun Sistem Cegah Pemerkosaan

28 Februari 2014

Pemerintah India mulai membangun sistem pengawasan yang menggunakan sistem teknologi informasi untuk mengurangi tingkat pemerkosaan. Langkah yang disambut beragam oleh para aktivis perempuan.

https://p.dw.com/p/1BHUc
Foto: Reuters

Pukul 8.45 malam dan seorang perempuan 22 tahun sedang mencari taksi untuk pulang setelah perjalanan ke Hyderabad. Sebuah taksi datang dan perempuan itu tanpa sadar masuk ke dalam jebakan.

Hanya dalam beberapa menit, sopir disertai seorang pria lain, mengunci pintu taksi dan melesat menuju hutan pinggiran kota. Para pria itu mengikat tangan dan memperkosa perempuan itu selama empat jam. Kemudian mereka menurunkannya ke rumah dan meninggalkannya setelah mengancam akan melukai keluarganya jika ia melaporkan kejahatan itu. Peristiwa ini terjadi tahun lalu.

Hampir 25.000 kasus pemerkosaan terjadi di India pada 2012, menurut biro pencatatan kriminal nasional. Sekitar setengah kasus penyerangan seksual ini terjadi di bis, taksi, dan bajaj. Sebulan sebelum pemerkosaan perempuan di Hyderabad itu, pengadilan baru saja memvonis mati empat laki-laki karena memperkosa dan membunuh perempuan berumur 23 tahun di New Delhi, pada 16 Desember 2012.

Rekomendasi cegah pemerkosaan

Sebuah komite pengaduan yang ditugaskan memberi rekomendasi tentang cara-cara mengurangi kekerasan terhadap para perempuan di India menyarankan perbaikan sistem transportasi publik.

Tigabelas bulan kemudian dan setelah lebih banyak lagi kasus pemerkosaan lainnya, pemerintah India, awal tahun ini menyusun rencana untuk melaksanakan rekomendasi tersebut. Dengan dana awal 15 juta dollar, rencana itu termasuk memasang pelacak GPS, CCTV, dan fasilitas telepon darurat di semua transportasi publik di 32 kota yang berpenduduk lebih dari satu juta jiwa.

Menurut Komite Kabinet Urusan Ekonomi CCEA, pemerintah mengusulkan “membangun sistem terpadu di tingkat nasional dan negara bagian di 32 kota berpenduduk lebih dari satu juta jiwa, selama dua tahun ke depan.” Rencana itu ”dirumuskan dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan dan perlindungan atas para perempuan dari kekerasan dengan menggunakan teknologi informasi.”

“Ini akan menjadi langkah pertama membuat jalanan lebih aman bagi perempuan,” kata Kirthi Jayakumar, seorang pengacara yang berkampanye melawan kekerasan atas perempuan. ”Itu akan menguntungkan perempuan dengan dua cara – membuat ruang yang aman bagi mereka dan juga membuat lebih banyak jenis pekerjaan tersedia bagi perempuan – karena sistem pengawasan ini sendiri akan membutuhkan banyak tenaga kerja.

Suara skeptis

Tidak berfungsinya sistem pengawasan dan lemahnya kewaspadaan polisi selalu menjadi isu keamanan di India dan menjadi satu alasan kenapa para aktivis perempuan skeptis terhadap rencana pemerintah.

Pertumbuhan penduduk yang cepat dan perluasan kota menimbulkan kendala besar, kata A.L. Sharada, seorang tokoh LSM menambahkan, kecuali pemerintah mengatur pembangunan kota, kekerasan atas perempuan di jalanan kelihatannya tidak akan turun.

”Ini tentang membuat jalanan menjadi lebih aman bagi perempuan untuk keluar setiap saat, siang atau malam dengan percaya diri. Untuk melakukannya kita perlu kebijakan yang lebih baik dan juga sistem dukungan yang berbasis masyarakat bagi perempuan.”

Sharada mengutip Mumbai, yang mengalami serentetan kasus serangan seksual atas perempuan di jalan pada malam hari. ”Pemerintah telah memasang CCTV di hampir semua perempatan. Tapi hampir semua kamera ini, entah tidak berfungsi atau kualitasnya buruk. Juga, patroli polisi sangat tidak memadai sehingga perempuan dilecehkan dan diserang bahkan di siang bolong. Di mana mekanisme untuk memastikan bahwa seluruh peralatan dalam kondisi bekerja dengan baik?“

Beberapa menunjuk sebuah “lubang menganga“ di dalam rencana keamanan jalan yang tidak memasukkan kereta, yang digunakan jutaan perempuan setiap bulan. Ada laporan meluas bahwa para perempuan dianiaya, diperkosa dan bahkan dibunuh di atas kereta.

Korban terakhir adalah perempuan 23 tahun, seorang insinyur dari Machlipatnam, kota berjarak 340 kilometer dari Hyderabad. 16 Januari lalu mayatnya ditemukan di jalanan di luar Mumbai dimana ia bekerja memimpin sebuah perusahaan piranti lunak. Ia dilaporkan naik kereta dari Hyderabad ke Mumbai 12 hari sebelumnya.

Sandhya Pushppandit, seorang pembuat film yang berkampanye soal ini ini mengatakan “Kereta kami tidak memiliki sambungan telepon atau tombol darurat“, di samping itu transportasi di kota kecil seperti bajaj, tombol daruratnya dengan gampang bisa dinonaktifkan oleh sang pemerkosa, kata Pushppandit.

Solusi lain

Satu solusi, kata Anu Maheshwari, seorang peneliti, adalah menjawab faktor-faktor yang memicu ketakutan di antara para perempuan.

Maheshwari memberi gambaran hasil riset di 18 negara bagian India: ”Dari data yang kami kumpulkan, 90 persen serangan seksual di atas transportasi publik terjadi di daerah yang lampu kotanya temaram. Dalam banyak kasus, pengemudi angkutan kota melanggar lalu lintas seperti menerobos lampu merah atau menaikkan penumpang melebihi kapasitas.

“Studi kami menunjukkan bahwa perempuan tidak cukup percaya polisi untuk dimintai tolong. Jadi memperbaiki infrastruktur jalanan, pelaksanaan aturan lalu lintas yang ketat, membangun kepercayaan terhadap pasukan kepolisian harus menjadi bagian menyeluruh dari skema keamanan di jalan.”

Tapi, kata Sharada, aturan hanya bisa diterapkan, mereka tidak bisa mengubah pola pikir. ”Untuk mencapai yang terakhir, harus menjadi keprihatinan, agar segera kita pikirkan.”

ab/ap (afp,rtr,ap)