1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Atomwaffenfreie Zone

21 November 2011

IAEA menggelar konferensi tentang kemungkinan menciptakan zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah, di tengah ketegangan akibat program nuklir Iran. Sekilas pertemuan ini sia-sia. Meski begitu ada sedikit harapan.

https://p.dw.com/p/13EBb
Para pakar IAEA mendiskusikan kemungkinan menciptakan zona bebas nuklir di Timur TengahFoto: AP

Fakta bahwa pertemuan itu berlangsung saja sudah merupakan keberhasilan. Rencana untuk menggelar konferensi sudah terdengar satu dekade lebih, tetapi tak pernah jadi kenyataan. Karena itu, bahwa pertemuan akhirnya berlangsung pada 21 dan 22 November di Wina, dipimpin ketua Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Yukiya Amano, tak boleh dikecilkan artinya.

Dan bahwa Israel berpartisipasi dalam konferensi resmi tentang zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah adalah keberhasilan berikutnya. Di masa lalu, negara itu kerap menolak usulan tentang pertemuan serupa.

"Ini artinya perubahan", kata Barry Blechman, pendiri Stimson Center di Washington, menanggapi keikutsertaan Israel.

Israel bukan satu-satunya

Bertahun-tahun lalu, bagi banyak negara Arab, persenjataan nuklir Israel adalah alasan sesungguhnya untuk menggelar konferensi. Namun situasi sudah berubah. Kini, dugaan tentang program senjata nuklir Iran merupakan ancaman besar bukan hanya bagi Israel tetapi juga banyak tetangganya di kawasan Arab.

"Israel dapat memastikan bahwa bukan hanya aktivitasnya yang dipertanyakan dalam konferensi", tegas Blechman. "Negara-negara lain juga akan mengajukan pertanyaan keras terhadap Iran."

Yukiya Amano / IAEA / Atomenergiebehörde
Yukiya Amano memimpin konferensi pertama IAEA tentang zona bebas nuklir di Timur TengahFoto: AP

Meski begitu, keikutertaan Israel tidak berarti bahwa negara itu siap melepas program senjata atomnya yang tak pernah dikonfirmasi resmi.

"Namun berarti bahwa Israel siap berbicara dan mau membicarakan langkah-langkah yang membangun kepercayaan", kata Oliver Meier, dari Asosiasi Pengawasan Senjata. "Dan karena itulah langkah ini menjadi penting."

Sementara itu Teheran memboikot konferensi. Namun tidak menjadi soal Iran ikut serta atau tidak, program nuklirnya akan tetap menjadi titik berat pembicaraan.

Memang, konferensi di Wina memiliki nilai simbolis tinggi dan merupakan forum untuk membicarakan ide-ide baru. Meski begitu, hasil kongkret diperkirakan tidak akan muncul.

Langkah pertama

"Semua yang ikut serta dalam konferensi di Wina, juga yang tidak, sangat paham bahwa jalan menuju Timur Tengah yang bebas senjata nuklir begitu panjang dan sulit", kata Meier.

"Ini langkah pertama untuk menciptakan sebuah awal", terang Blechman. Forum yang lebih penting dan lebih besar adalah konferensi Peninjauan Perjanjian Non-proliferasi Nuklir, tahun 2012 di Finlandia.

Para pakar satu suara tentang betapa melelahkan, sulit dan lamanya perundingan tentang senjata nuklir. Pada saat yang sama, Amerika Latin menjadi contoh bahwa ketekunan dan ketegaran terkadang menuntun pada hasil yang mengagumkan.

Di bawah kepemimpinan Meksiko, semua negara Amerika Latin dan Karibik akhirnya menandatangani Traktat Tlatelolco yang dibuat tahun 1967. Perjanjian ini menjadikan kawasan tersebut zona bebas nuklir.

Tentu proses serupa tak bisa dipindahkan begitu saja ke Timur Tengah. Tetapi pelajaran dari suatu kawasan dapat sangat membantu kawasan lain untuk mendekatkan pada tujuan sebuah zona yang bebas senjata nuklir. Pertemuan di Wina dapat mencetak sebuah awal.

Michael Knigge/Renata Permadi´ Editor: Hendra Pasuhuk