1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hukuman Mati bagi Pendukung Demonstrasi Bahrain

30 September 2011

Revolusi Arab tidak punya kesempatan tumbuh di kerajaan Bahrain di Teluk Persia. Setelah aksi protes di negara itu ditekan, kini kritikus rejim dan yang dituduh penentang dibungkam dengan cara hukum.

https://p.dw.com/p/12jOX
epa02789489 (FILE) A file photo dated 19 February 2011, shows protesters celebrating after reaching the monument on the central Lulu (Pearl) Square in Manama, Bahrain. According to media reports on 22 June 2011, a military court in Bahrain sentenced seven activists to life in prison, finding them guilty of charges of plotting to overthrow the government. Thirteen other activists got long jail terms. Bahrain witnessed a wave of anti-government protests during February and March, forcing Bahraini king to impose the emergency law, that was only lifted on 01 June. EPA/MAZEN MAHDI *** Local Caption *** 00000402591746 +++(c) dpa - Bildfunk+++
Demonstrasi di Manama (19/02/2011)Foto: picture alliance/dpa

Aparat keamanan Bahrain mengambil tindakan brutal selama aksi protes bulan Februari dan Maret lalu. Akhirnya, dengan bantuan militer Arab Saudi, penguasa negara pulau itu dapat mengakhiri demonstrasi, yang dilancarkan warga Syiah yang jadi warga mayoritas tetapi didiskriminasi.

Dr. H. Al Bahrani, Proteste in Bahrain. Dieses Bild zeigt das Al Salmanya Krankenhaus, Dienstag 17.3.2011. Copyright: Dr. H. Al Bahrani.
Situasi di rumah sakit Al Salmanya (17/03/2011)Foto: H. Al Bahrani

Sekarang orang-orang yang dituduh biang keladi harus merasakan tindakan keras kehakiman khusus yang mengurus demonstran. Pengadilan militer itu menjatuhkan hukuman mati kepada seorang demonstran Syiah Kamis kemarin (29/09). Seorang lainnya divonis penjara seumur hidup. Keduanya dikatakan membunuh seorang polisi ketika aksi protes terjadi. Sebelumnya, 12 orang demonstran lainnya sudah dijatuhi hukuman mati.

Pengadilan Militer

Nabil Rajaf, wakil kepala Pusat HAM di Bahrain, mengkritik proses pengadilan yang tertutup dari masyarakat umum.

"Pengadilan yang menghukum mereka tidak memenuhi standar internasional bagi proses yang adil. Itu pengadilan militer. Banyak organisasi HAM dan pemerintah negara-negara lain sudah menyerukan pemerintah Bahrain untuk menghentikan pengadilan itu, karena alasan itu. Tetapi sayangnya, pemerintah membiarkan itu terjadi, dan semakin banyak orang dihadapkan ke pengadilan militer," demikian Rajaf.

epa02789490 (FILE) A file photo dated 19 February 2011 shows an overview of a crowd of people gathering around the monument on the central Lulu (Pearl) Square in Manama, Bahrain. According to media reports on 22 June 2011, a military court in Bahrain sentenced seven activists to life in prison, finding them guilty of charges of plotting to overthrow the government. Thirteen other activists got long jail terms. Bahrain witnessed a wave of anti-government protests during February and March, forcing Bahraini king to impose the emergency law, that was only lifted on 01 June. EPA/MAZEN MAHDI *** Local Caption *** 00000402591746
Foto tanggal 19 Februari 2011 yang menunjukkan sejumlah besar orang yang berkumpul di Lapangan Mutiara, di ibukota Manama.Foto: picture alliance/dpa

Baru Rabu lalu, 13 dokter dan perawat divonis penjara antara lima hingga lima belas tahun. Alasannya, mereka telah mengobati dan merawat demonstran yang cedera, tanpa memandang status maupun agama. Wartawan dan penerbit buku-buku bertema Timur Tengah asal Inggris, Robert Fisk menjadi saksi mata situasi di sebuah rumah sakit, di ibukota Manama.

Ia bercerita, "Para dokter sangat terkejut. Itu belum pernah mereka lihat sebelumnya, bahwa polisi dan tentara menembak demonstran dengan peluru tajam. Mereka belum pernah melihat luka-luka seperti itu sebelumnya. Lagi pula tidak ada dokter yang memberikan komentar menentang rejim atau keluarga Al Khalifa yang memerintah. Itu sama sekali bukan pemberontakan.“

Para Dokter Dituduh Teroris

ARCHIV - Der Herrscher von Bahrain, König Hamad bin Issa al-Chalifa, aufgenommen am 27.10.2008 im Schloss Bellevue in Berlin. Einen Tag nach der Verlegung von arabischen Truppen nach Bahrain hat sich die Lage in dem arabischen Königreich dramatisch zugespitzt. König Hamad bin Issa al-Chalifa verhängte am Dienstag (15.03.2011) für drei Monate den Ausnahmezustand. Nach Angaben aus Oppositionskreisen kam es in der Hauptstadt Manama und in der Ortschaft Sitra zu gewalttätigen Ausschreitungen zwischen Demonstranten und Angehörigen der Sicherheitskräfte. Foto: Gero Breloer dpa +++(c) dpa - Bildfunk+++ pixel
Raja Hamad bin Issa al ChalifaFoto: picture alliance/dpa

Tetapi itu, menurut pengadilan militer, dapat dibuktikan. Para dokter menghasut warga untuk menentang keluarga raja yang Islam Sunni. Mereka katanya juga membakar aksi protes, bahkan memiliki senjata. Mereka disebut teroris. Para dokter menuduh rejim melaksanakan penyiksaan. Arab Saudi mengakhiri aksi protes di Bahrain setelah berjalan beberapa pekan. Karena demonstrasi diadakan warga Syiah, yang menjadi penduduk mayoritas Bahrain, penguasa Arab Saudi rupanya takut demonstrasi meluas ke negaranya.

Dari situ Robert Fisk menarik kesimpulan bagi proses pengadilan di Bahrain. "Jika Bahrain meminta bantuan Arab Saudi agar mengirimkan tentara mereka untuk menekan rakyatnya, saya duga, Bahrain juga menerima sokongan dan jaminan lain. Misalnya, jadi timbul pertanyaan, apakah Arab Saudi menyatakan kepada penguasa Bahrain keputusan yang mereka inginkan dari proses pengadilan? Dengan kata lain, siapa yang memutuskan hukuman, Bahrain atau Arab Saudi?“

Ulrich Leidholdt / Marjory Linardy

Editor: Renata Permadi