1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

101011 China Russland

11 Oktober 2011

Sejak Cina tumbuh menjadi negara adidaya di ekonomi dan politik dunia negara itu jauh lebih unggul daripada "kakaknya", Rusia. Demikian studi penelitian perdamaian SIPRI Stockholm, Swedia.

https://p.dw.com/p/12q4W
Russian President Vladimir Putin, left, greets Chinese leader Hu Jintao during their meeting in the Kremlin in Moscow, Monday, March 26, 2007. The presidents of Russia and China on Monday called on Iran to fulfill the U.N. Security Council's demands over its disputed atomic program, a day after the Islamic republic announced it was partially suspending cooperation with the U.N. nuclear watchdog. (AP Photo/Misha Japaridze)
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) bersama Presiden Cina Hu Jintao (kanan) selalu tampil di depan publik seolah-olah kerabat dekat yang saling mengertiFoto: AP

Selama perang dingin Cina menyebut Rusia sebagai „kakak besar“. Tetapi, sejak Cina tumbuh menjadi negara adidaya di ekonomi dan politik dunia serta mengurangi ketergantungannya pada energi dan senjata Rusia, negeri tirai bambu itu kini jauh lebih unggul daripada kakaknya. Demikian disimpulkan dalam sebuah studi yang dilakukan lembaga penelitian perdamaian SIPRI di Stockholm, Swedia.

Bagaimana hubungan Cina-Rusia yang sebenarnya?

Di dalam laporan SIPRI disebutkan, „tidak ada kepercayaan politik di antara Rusia dan Cina“. Namun di depan publik Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Hu Jintao selalu tampil kompak dan hangat. Padahal di belakang layar, keduanya bersaing keras memperebutkan kekuasaan regional dan pengaruh internasional.

Russian President Vladimir Putin speaks during a press conference after meeting with Chinese counterpart Hu Jintao at the Great Hall of the People in Beijing, Tuesday, March 21, 2006. Putin and Hu pledged Tuesday to pursue closer political and economic ties. (AP Photo/Mikhail Metzel)
Vladimir Putin kunjungi CinaFoto: AP

Meningkatnya peran Cina dalam ekonomi dan politik global membantu negeri tirai bambu itu menjadi negara yang lebih kuat daripada bRusia, demikian laporan tersebut. Para penulisnya menyebutkan, bahwa perubahaan kekuasaan di antara kedua negara itu disebabkan karena ketergantungan Cina terhadap pasokan senjata dan energi Rusia telah berkurang secara signifikan. Dr. Paul Holtom, direktur program transfer senjata di SIRI yang sekaligus adalah salah satu penulis studi tersebut melihat ada perbedaan besar di antara posisi Cina dan Rusia terkait kerja-sama di bidang senjata.„Seandainya Cina mengatakan ‚ok, kami akan membeli 50 penangkis rudal udara jenis S-300', mungkin pedagang senjata Rusia akan tertarik. Tetapi, pemerintah Rusia tidak bersedia untuk menjual senjata dan teknologi canggih kepada Cina. Karena, Cina bisa saja membeli senjata dalam jumlah kecil dan meniru teknologinya, dan ini dikuatirkan oleh Rusia“, papar Dr. Holtom.

Cina mengurangi ketergantungannya pada Rusia

Selama Uni Eropa dan Amerika Serikat tidak mencabut embargo senjatanya terhadap Cina, maka hanya sedikit produsen senjata dunia yang bersedia menjual poduknya kepada Cina. Tetapi, karena sekarang kekuatan militer negara itu sudah meningkat secara signifikan, Cina memiliki kepentingan untuk mengembangkan teknologi baru sekaligus memodernisasi industri pertahanannya baik untuk kebutuhan sendiri maupun untuk ekspor. Menurut Huang He, profesor lembaga politik internasional Universitas Fudan di Shanghai, posisi Cina terhadap Rusia sudah jelas. „Tuntutan Cina: kalian menjual senjata canggih kepada kami atau kami akan mencari penjual lain. Sejak lama Cina menghindari ketergantungan yang berlebihan pada pemasok Rusia“, jelas Huang.

Russian President Vladimir Putin, right, and Chinese leader Hu Jintao exchange documents after signing a joint declaration in the Kremlin in Moscow, Monday, March 26, 2007. The presidents of Russia and China on Monday called on Iran to fulfill the U.N. Security Council's demands over its disputed atomic program, a day after the Islamic republic announced it was partially suspending cooperation with the U.N. nuclear watchdog. (AP Photo/Misha Japaridze)
Hu dan Putin sepakati perjanjian kerja-sama di RusiaFoto: AP

Di bidang energi pun strategi Cina tidak berbeda, yakni mengurangi risiko ketergantungan. Sebagai konsumen energi terbesar dunia Cina mencari banyak pemasok. Menurunya persentase pasokan minyak Rusia sangat terasa dalam lima tahun terakhir ini. Arab Saudi, Angola, Iran dan Oman telah menjadi pemasok minyak terpenting bagi Cina. Untuk gas bumi pun Cina menemukan mitra baru terutama di Asia Tengah.

Cina dan Rusia memiliki pandangan dunia yang berbeda

Di dalam studi SIPRI juga dikatakan bahwa kedua negara adidaya itu sebenarnya tidak memiliki pandangan dunia yang sama. Meskipun posisi mereka terkait masalah global sering sama dan berlawanan dengan AS seperti dalam voting resolusi PBB Suriah. Disebutkan juga, perencana strategis Cina dan Rusia menilai lawannya sebagai ancaman besar untuk jangka panjang. Oleh karena itu, Holtom menilai hubungan Cina-Rusia di politik global sebagai „kerja-sama pragmatis tanpa adanya saling percaya dan saling memahami.“

Yuhan Zhu/Andriani Nangoy Editor: Hendra Pasuhuk