1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

HRW: Polisi Filipina Palsukan Bukti

2 Maret 2017

Kepolisian Filipina dituding memalsukan barang bukti untuk membenarkan pembunuhan ekstra yudisial terhadap pecandu dan pedagang narkoba. Praktik tersebut diyakini didalangi oleh Presiden Rodrigo Duterte.

https://p.dw.com/p/2YVjd
Philippinen Opfer einer Schießerei mit der Polizei in Manila
Foto: Getty Images/D. Tawatao

Dalam laporannya, Human Rights Watch menulis, Presiden Rodrigo Duterte dan sejumlah pejabat tinggi Filipina menghasut dan merencanakan pembunuhan terhadap tersangka pecandu Narkoba yang sejauh ini telah menelan 7.000 korban jiwa. HRW mendesak PBB melakukan investigasi independen terhadap perang narkoba di Filipina.

Namun Jurubicara Kepresidenan, Ernesto Abella, mengatakan tudingan pelanggaran HAM yang selama ini dilayangkan kepada pemerintah tidak pernah bisa dibuktikan di pengadilan. "Klaim semacam itu cuma desas-desus saja," ujarnya. Sebaliknya Jurubicara Kepolisian, Dionardo Carlos, meminta HRW menyerahkan informasi terkait tudingan tersebut agar bisa ditindaklanjuti.

Menurut Carlos, tidak semua 7.000 pembunuhan terkait perang narkoba. Pihaknya sejauh ini mencatat sebanyak 2.500 orang tewas terbunuh dalam operasi kepolisian, sementara 4.000 kasus kematian yang lain masih diselidiki.

HRW menulis, polisi berulangkali merekayasa alasan pembunuhan dengan meletakkan senjata api, selongsong peluru dan narkoba pada tubuh korban. "Investigasi kami di FIlipina membuktikan aparat keamanan membunuh tersangka pengedar narkoba secara rutin dan menutupi tindak kriminal tersebut dengan berbagai cara," kara Peter Bouckaert, salah seorang petinggi HRW.

"Peran Presiden Duterte dalam pembunuhan ini membuatnya bertanggungjawab atas kematian ribuan orang."

HRW mencatat sebagian korban perang narkoba dibunuh oleh kelompok bertopeng yang bekerjasama dengan kepolisian. Temuan tersebut sekaligus menggugurkan klaim pemerintah, bahwa kebanyakan kasus pembunuhan dilakukan oleh pembunuh bayaran atau organisasi kriminal.

Laporan tersebut berdasarkan wawancara dengan 28 anggota keluarga korban, saksi pembunuhan, wartawan dan aktivis Hak Azasi Manusia.

Beberapa pekan lalu Duterte mencabut keterlibatan kepolisian dalam perang narkoba setelah dua perwira tinggi menggunakan alasan perang narkoba buat menutup pembunuhan seorang pengusaha Korea Selatan.

rzn/yf (ap,afp)