1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hagel : Calon Pimpinan Baru Pentagon Yang Kontroversial

Michael Knigge9 Januari 2013

Barack Obama menominasikan mantan senator Chuck Hagel sebagai menteri pertahanan baru. Pencalonan yang bukan tanpa reaksi mengingat sosoknya yang dinilai kontroversial.

https://p.dw.com/p/17G5y
Foto: picture-alliance/dpa

Jika ditanya tentang sosok Chuck Hagel, bekas senator asal Nebraska yang dicalonkan Presiden Obama untuk menjadi pimpinan baru Pentagon, maka para pengamat akan sepakat mengatakan : Hagel adalah sosok yang sangat "terbuka".

"Ia akan mempertanyakan semua hal", ujar James Davids, profesor politik internasional di Universitas St. Gallen. Davis menambahkan, Hagel berpola pikir "outside of the box". Ia tidak terpaku pada peraturan tertentu, melainkan cenderung tidak ortodoks. "Saya rasa ia pilihan yang cerdas."

"Ini pilihan yang tidak lazim. Ia sosok yang sangat bebas", tegas Andreas Falke, profesor Universitas Erlangen-Nürnberg. Falke sudah pernah berbicara panjang lebar dengan Hagel. Ia juga menilai Gael sebagai calon yang tepat untuk jabatan tersebut.

Veteran perang Vietnam

Kualitas Hagel sebagai pimpinan Pentagon tidak diragukan siapapun. Bagaimanapun juga ia adalah politisi keamanan dan luar negeri yang paling terkenal di Kongres AS. Tidak hanya itu. Sebagai veteran perang ia juga memiliki pengalaman yang dibutuhkan sebagai komandan militer.

USA Kapitol in Washington
Tidak ada jaminan Senat akan setujui pencalonan HagelFoto: picture-alliance/dpa

Namun, persetujuan kongres tidak akan diraih Hagel dengan mudah. Karir panjangnya di Senat sebagai politisi yang "tidak mudah", juga menghasilkan banyak musuh. Baik di partainya sendiri, Republik maupun di kubu partai Demokrat. Hagel kerap memihak posisi tertentu tanpa mengindahkan kontroversi dengan partainya, oposisi atau perwakilan kepentingan dari luar parlemen.

Pengkritik Israel dan Perlindungan Iklim

Beberapa wakil Demokrat dan Republik mempertanyakan loyalitas Hagel terhadap Israel, setelah pernyataannya yang kritis tentang Israel dikutip dalam sebuah buku. Kritik juga datang dari para aktivis lingkungan. Hagel dulu dianggap sebagai penentang perlindungan iklim. Saat baru terpilih sebagai anggota Kongres, ia termasuk penentang paling keras Protokol Kyoto.

Tahun 1998, ia juga menyatakan penolakan secara terbuka saat seorang gay dicalonkan menduduki jabatan duta besar. Reaksi keras dikeluarkan oleh organisasi homoseksual AS. Hagel kemudian memang meminta maaf. Namun, beberapa organisasi homoseksual tetap menentang pencalonannya saat ini.

Anti Perang Irak

Hagel juga tidak "mementingkan" partainya sendiri. Secara ironis, ia menolak mendukung John McMcain sebagai kandidat calon presiden dari kubu Republik. Banyak anggota partai yang belum melupakan kritik Hagel akan perang Irak dan strategi George W. Bush dalam upaya memerangi terorisme. Memang pada awalnya Hagel menyetujui invasi ke Irak, namun kemudian ia menjadi salah satu lawan paling keras yang menentang perang tersebut.

Sikapnya terhadap program atom Iran juga dianggap kurang tegas oleh kubu Republik. Saat pemerintahan Bush, Hagel berulang kali memperingatkan untuk tidak menyerang Iran. Memang dalam opininya di harian Washington Post, ia tidak menutup kemungkinan opsi militer terhadap Iran. Namun, Hagel dianggap sebagai pendukung politik multilateral.

Pengurangan Anggaran

Jika Hagel menduduki posisi menteri pertahanan, Obama dinilai akan lebih mudah menerapkan pemotongan anggaran untuk sektor keamanan. Menurut James Davids, "Ia sosok yang siap mewakili pendapat independen."

USA neuer Verteidigungsminister Chuck Hagel
Hagel bukan sosok yang mudah tapi konsekuenFoto: picture-alliance/dpa

Falke merujuk pada komentar Hagel tentang anggaran kementrian pertahanan yang tidak boleh mewakili politik industri atau kepentingan wilayah tertentu. "Ini komentar yang mengejutkan, karena banya anggota parlemen yang tentu ingin mempertahankan pangkalan militernya."

Para pengamat menegaskan, sebagai pimpinan Pentagon Hagel tidak akan melakukan perubahan jangka pendek. Bagaimanapun juga kepentingan AS tidak berubah. Menurut Barbara Zanchetta, pakar AS dari Geneva Centre, strategi untuk Eropa hanya akan mengalami sedikit perubahan. Timur Tengah dan Asia akan tetap menjadi fokus politik luar negeri AS.