1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gerakan Occupy-Central di Hongkong

Zhu Erning1 Oktober 2014

Hongkong memiliki masyarakat sipil yang kuat walau tak punya demokrasi sejati. Gerakan Occupy-Central memperlihatkan kekuatan masyarakat untuk menggerakan perubahan.

https://p.dw.com/p/1DNl6
Bildergalerie Demonstrationen Hong Kong 29.09.2014
Foto: Reuters/Bobby Yip

Aksi demonstrasi puluhan warga Hongkong yang dijuluki "Occupy Central" bukan organisasi terstruktur. Melainkan lebih pada gerakan yang terbentuk secara spontan. Terutama pendukung aksi adalah siswa dan mahasiswa yang terorganisir baik dan terhubung dalam jejaring modern. Dalam aksi terbaru, lebih 50.000 warga melancarkan protes.

Pimpinan gerakan juga terbentuk secara bertahap. Salah seorang dari tiga pimpinan gerakan adalah Benny Tai (50), asisten profesor di Universitas Hongkong. Benny Tai pada awal 2013 mempublikasikan karyanya berjudul "pembangkangan sipil sebagai senjata ampuh", yang di dalamnya disinggung tentang warga Hongkong yang memerlukan pemilihan umum bebas.

Aksi menduduki pusat kota dan kawasan bisnis bertujuan menekan pemerintah di Beijing, untuk membatalkan rencana reformasi undang-undang pemilu. Sedikitnya 25 persen dari 7 juta warga Hongkong mendukung aksi kelompok Occupy-Central.

Reformasi UU Pemilu

Pemicu aksi Occupy-Central adalah keputusan Kongres Rakyat Nasional di Beijing akhir Agustus 2014, menyangkut rencana reformasi undang-undang pemilu Hongkong tahun 2017.

Berdasar rancangan itu, nantinya sebuah komite elit beranggotakan 1.200 orang, bukan lagi warga Hongkong, yang menyeleksi awal kandidat yang boleh maju dalam pemilu kepala pemerintahan. Maksimal tiga kandidat yang tersaring, kemudian diajukan ke Kongres Rakyat Nasional untuk dipilih dengan suara mayoritas untuk jadi kepala pemerintahan.

Beijing menetapkan, kandidat yang boleh maju adalah yang tergolong kamerad patriotik. Artinya: kandidat dari kubu demokrat atau pro hak asasi mustahil dapat lolos saringan awal. Dengan reformasi ini, Beijing ingin tetap mengamankan pengaruhnya terhadap demokrasi terbatas di Hongkong.

Kubu demokrat mengajukan tuntutan : jika tidak ada pemilu sejati, paling tidak aturan saat ini jangan diubah. Aturan yang berlaku sekarang, kepala pemerintahan dipilih sebuah komite pemilihan warga Hongkong.

Target berikutnya gerakan "Occupy Central" adalah menekan pemerintah Hongkong untuk melakukan reformasi politik ke arah demokratisasi lebih lanjut. Kelompok mahasiswa yang mulai menggelar aksi protes 22 September lalu menyatakan pantang mundur untuk menggolkan tuntutannya.