1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Persamaan Hak

Film Tentang Perempuan Dikecam Muslim Konservatif Bangladesh

11 Desember 2019

Film No Dorai berkisah tentang peselancar perempuan yang berjuang melawan kemiskinan dan stigma sosial. Kini film tersebut diminta dicabut dari peredaran lantaran dinilai "melukai" sentimen keagamaan masyarakat.

https://p.dw.com/p/3UaH1
Bangladesch Kino Rana Plaza Film Poster
Foto: picture-alliance/AP Photo/A.M. Ahad

Sebuah karya layar lebar yang berkisah tentang peselancar perempuan Bangladesh terancam dilarang beredar lantaran dituduh "melukai" sentimen keagamaan masyarakat. Perempuan dinilai tidak selayaknya menjadi tontonan saat berenang.

Desakan tersebut tertuang dalam petisi yang dilayangkan seorang pengacara bernama Huzzatul Islam. Di dalamnya dia menuntut pemerintah mencabut sertifikat lolos sensor untuk film berudul "No Dorai" tersebut. Film itu berkisah tentang perempuan miskin bernama Ayesha yang jatuh cinta pada olahraga selancar ombak.

Baca Juga:Simalakama Zaira Wasim, Aktris Bollywood yang Hijrah demi Agama 

Kegiatan barunya itu menjadi tempat berlindung bagi Ayesha yang terdesak oleh tekanan sosial sebuah masyarakat konservatif yang menuntut perempuan menikah dini. Produser film, Mahboob Rahman, mengatakan Pengadilan Tinggi telah meminta mereka menyerahkan pledoi, kenapa sertifikat lolos sensor buat "No Dorai" tidak seharusnya dicabut.

Rahman mengakui dirinya terkejut melihat reaksi masyarakat terhadap film itu. No Dorai adalah film pertama di Bangladesh yang mengisahkan perjuangan peselancar perempuan keluar dari kemiskinan dan melawan prasangka dan stigma sosial di masyarakat.

"Ada kelompok yang ingin memaksa perempuan berdiam di dalam rumah," kata Rahman kepada Reuters. Dia mengaku juga mendapat ancaman pembunuhan. "Beberapa orang mengklaim Ayesha mengenakan bikini di dalam film itu dan sebabnya melanggar perintah agama. Padahal adegan seperti itu tidak ada. Orang-orang ini bahkan belum menonton filmnya."

Kisruh seputar No Dorai berawal ketika Huzzatul Islam mengirimkan nota keberatan kepada tim produser pada 4 Desember silam. Dia meminta peredaran film dihentikan karena dinilai tidak sesuai dengan karakter relijius masyarakat Bangladesh.

"Kami ingin dewan sensor mencabut sertifikat untuk film ini. Kami ingin agar film ini tidak lagi beredar dan agar para pembuatnya meminta maaf," kata sang pengacara kepada Reuters.

Selancar air tidak tergolong jenis olahraga yang populer untuk perempuan di Bangladesh. Secara umum situasi kaum perempuan di negeri mayoritas muslim itu tidak kunjung membaik. Menurut PBB, lebih dari separuh perempuan di Bangladesh dinikahkan sebelum berusia 18 tahun.

Rahman mengatakan dia mendapat inspirasi untuk membuat film No Dorai usai bertemu Nasima Akter, peselancar perempuan dari Cox's Bazar di selatan yang mendapat perhatian media internasional usai mengalahkan rekan pria yang lain. Serupa tokoh film Ayesha. Akter juga berasal dari keluarga miskin.

Baca Juga:Bangladesh: Sang Profesor Mencari Keadilan Atas Pembunuhan Putranya

Perempuan itu menjadi tunawisma pada usia tujuh tahun dan bertaruh nasib pada olahraga selancar yang marak di kawasan pesisir Bangladesh. Kisah Akter diangkat menjadi film dokumenter oleh sineas AS, Heather Kessinger, dalam film berjudul "The Most Fearless: An Unexpectd Surf Story," pada 2015 silam.

Akter yang saat itu berusia 18 tahun kini dikabarkan sudah menikah dan memiliki dua orang anak. Dia tidak lagi terlihat berlatih.

"Di Bangladesh perempuan dianaktirikan dan tidak diizinkan melakukan apapun yang mereka suka. Kami membuat akhir yang berbeda pada film NO Dorai, di mana tokoh utamanya terus berjuang untuk berselancar dan menginspirasi perempuan lain," kata Rahman.

rzn/vlz (Thomson Reuters Foundation)