1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Festival Performance International "Hunger"

29 Mei 2011

Dalam Festival Performance Internasional, kelompok2 dari berbagai negara berpentas di Berlin, mengusung tema "Hunger" atau lapar.

https://p.dw.com/p/11QGm
Foto: Josef Hinterleitner

Seorang gadis berdiri diatas mobil. Tampak orang lain menyemburkan api ke mobil tersebut. Sang gadis segera turun. Supir juga keluar dari mobil. Seketika muncul beberapa orang di panggung, membawa kapak besar, menghancurkan mobil tersebut. Api menjadi padam karena pukulan kapak-kapak tadi. Penontonpun diberikan kesempatan menghancurkan mobil tersebut dengan kapak-kapak yang dipinjamkan.

Aksi ini berlangsung kira-kira setengah jam. Setelah itu, panggung hanya diisi oleh mobil yang nampak bagai bangkai besi. "Anda bisa melihat situasi di masyarakat, dimana banyak orang yang menyukai tindakan pengrusakan. Ini adalah naluri binatang yang ada pada setiap manusia. Tapi juga tindakan pengrusakan ini selalu menghasilkan sesuatu yang baru. Karena tema festival ini yaitu lapar, maka kami melakukan pengrusakan mobil ini untuk melihat apa yang akan terjadi sesudahnya," begitu tutur Al Paldrok ketua grup performance tadi yang bernama Non Grata.

Penghancuran mobil tersebut selain menunjukkan keganasan, juga mengubah mobil itu menjadi karya seni tersendiri. „Layaknya hidup, memerlukan perubahan“. Itu diutarakan Michael Steger ketua panitia acara Festival Performance Internasional, di mana grup Non Grata tampil. “Saya yakin bahwa kita bisa mengubahnya . Karya terbesar yang bisa dihasilkan seniman adalah kehidupan manusia sendiri. Untuk mengubah dunia kita butuh emosi dan keinginan.“

Menurut Michael tema lapar ini bisa berarti juga lapar akan cinta, lapar akan sesuatu yang baru. Namun apa maksud sebenarnya, ketua festival ini menjelaskan, “Kalau anda merasa sendirian, maka anda akan kelaparan emosi. Artinya manusia butuh sesuatu untuk bisa mengenal dirinya. Untuk bisa eksis kita membutuhkan orang lain. Kita bisa merasakan dari mana energi lapar ini datang. Dan bentuk dari energi itu bisa disebut cinta. Dunia kita ini mempunyai selera makan yang besar. Kita membutuhkan selera makan, juga kemauan untuk hidup dan cinta.“

Menurut Al Padrok, "Lapar bisa berarti lapar akan ilmu. Hal pokok yang membuat kita hidup adalah rasa akan lapar. Lapar akan sesuatu. Adalah sangat penting bagi intelektualitas dan kehidupan manusia untuk mengikuti rasa lapar tersebut.”

Festival Performance Internasional ini berlangsung dari tanggal 7 sampai 21 Mei di Berlin. Diikuti oleh puluhan seniman baik dari Jerman maupun negara lain, seperti Kanada, Irlandia, Perancis, Myanmar, Korea Selatan dan Jepang.

Sooim Kwon, seniwati asal Korea Selatan dalam pertunjukannya menampilkan tradisi kedukunan Korea Selatan „Salpuri“. Ia mengatakan bahwa ia merasa lapar untuk membersihkan kotoran yang melekat di masyarakat modern saat ini. Ungkapnya, “Performance saya ini bercerita tentang pembersihan. Maksudnya adalah pembersihan lingkungan. Dalam performance saya menggunakan juga air, karena air bersifat suci dan digunakan untuk membersihkan.”

Pertunjukan berikutnya, hasil kerja sama antara seniwati Perancis Arianne Foks dan seniman Amerika Serikat Travis McCoy Fuller, menceritakan tentang kerja nelayan di kapal besar. Kapal laut disajikan di pentas dalam bentuk imajiner. Meja dilambangkan sebagai jangkar yang ditarik ke kapal oleh Travis, agar bisa berlayar. Beberapa orang nampak terkapar dipanggung, mengisyaratkan ikan yang baru ditangkap. Arianne Foks tampil melambangkan figur penghibur yang biasa dibawa oleh pelaut ke kapal.

Hubungan tema lapar dalam performancenya dijelaskan oleh kedua seniman ini. Menurut Arianne Foks, "Lapar, memimpikan pergi jauh berpetualang dan berbuat gila. Lapar untuk menikmati hidup dalam saat ini saja dan membagi waktu dan lapar untuk saling berbagi?”.

Travis Mc Coy menjelaskan lebih luas, “Lapar untuk berpartisipasi, gairah untuk menjadi bagian dari sesuatu, kemudian rasa lapar pribadi saya untuk mempertunjukkan karya ini.”

Dovrat Meron, seniwati asal Israel yang kini bermukim di Berlin membuat peformance dengan tema lapar yang berarti keinginan untuk makan. Tepatnya bayi yang lapar, minta susu sebagai nutrisi.

Di atas panggung ada meja kecil dengan empat mangkok berisikan jenis susu yang berbeda-beda. Susu bio, susu kedelai, susu biasa dan air susu ibu. Ia persilahkan penonton mencicipi isi mangkok, lalu menuliskan jawaban di secarik kertas, jenis susu apa yang telah diminum. Banyak penonton yang betul menebak mangkok mana berisi air susu ibu.

Boboy Simanjuntak
Editor: Edith Koesoemawira