1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

170310 Kurden Irak

17 Maret 2010

Persoalan etnis Kurdi, bukan hanya yang di Irak, dimulai dengan jatuhnya kekaisaran Usmaniyah pada Perang Dunia I. Rakyat Kurdi lantas mengharapkan kebebasan dan penentuan nasib sendiri.

https://p.dw.com/p/MVT9
Warga etnis Kurdi di Irak Utara merayakan Tahun Baru Norouz, yang tahun 2010 ini jatuh pada tanggal 21 MaretFoto: AP

Mereka melihat tuntutan ini didukung Presiden Amerika Woodrow Wilson, yang menuntut hal serupa bagi semua rakyat. Dunia internasional bergabung dengan tuntutan ini namun tidak lama.

Tahun 1920, di Sèvres, Perancis, masih dijanjikan negara sendiri bagi Kurdi. Tapi tiga tahun kemudian, di Lausanne, wilayah Kurdi dibagi, antara Turki yang baru berdiri, Iran, Suriah, Uni Soviet dan Irak yang ketika itu dikontrol Inggris. Serangkaian bentrokan dengan etnis Kurdi menyebabkan Inggris akhirnya memberi otonomi luas, yang masih dipraktekkan sampai kini, dengan jeda dan modifikasi.

Wilayah Kurdi di Irak Utara ibarat negara sendiri. Punya bendera sendiri, lagu kebangsaan sendiri, militer, pemerintah dan presiden sendiri. Tapi pada saat bersamaan, seorang etnis Kurdi, Jalal Talabani, juga menjabat sebagai presiden Irak. Ini bisa menunjukkan bagaimana tampilan negara Irak kelak, yaitu berbagai kelompok etnis dengan otonomi luas, tapi tidak mandiri.

Etnis Kurdi, seperenam dari rakyat Irak, memanfaatkan pergolakan sejak invasi Amerika Serikat untuk mengembangkan wilayah mereka di utara dan membangun jembatan ke wilayah Irak sisanya. Tapi mereka juga memancing prasangka negara tetangga di mana juga terdapat etnis Kurdi. Mereka kuatir, contoh dari Kurdi Irak membangkitkan gerakan separatis. Sementara di Irak, etnis Kurdi dituduh ingin melepaskan diri dari kontrol Bagdad, karena wilayah mereka kaya akan gas dan minyak bumi.

Tapi di Bagdad tampaknya tak ada yang tertarik pada perluasan kekuasaan Kurdi. Tidak juga di Ankara. Turki yang sudah lama mengajukan klaim terhadap Kirkuk, jelas tidak bersedia punya tetangga Kurdi yang kuat. Walaupun saat bicara tentang hak mendirikan negara sendiri, pemerintahan otonomi Kurdi menekankan cara yang dipakai bukan kekerasan.

Namun etnis Kurdi di Irak Utara tidak terlindung dari kekerasan. Serangan dan ketegangan militer dengan Turki kerap terjadi. Aliansi pendukung Barsani, presiden otonomi Kurdi, dan Talabani, presiden Irak, yang sama-sama etnis Kurdi, juga rentan, dan bisa dengan mudah mendorong bentrokan antara kedua pihak.

Tidak ada yang menginginkannya. Tidak di Irak, apalagi di luar negeri. Dan kekuatiran akan munculnya kekerasan baru lah yang memperkuat paduan suara tentang hak menentukan nasib sendiri, tapi juga menganjurkan rakyat Kurdi untuk mengubah masa depannya. Seperti dianjurkan mantan Presiden George W. Bush kepada para eksil Kurdi di AS.

“Inilah pesan saya, pesan kepada kerabat Anda di parlemen Irak. Bekerjalah untuk membentuk pemerintahan kesatuan, yang mencakup minoritas di negara Anda, Syiah, Kurdi dan Sunni.“

Peter Philipp/Renata Permadi

Editor: Yuniman Farid