1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Erdogan Serukan Kembali Hukuman Mati

8 Agustus 2016

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menyerukan dukungan diberlakukannya kembali hukuman mati kepada pelaku kudeta. Erdogan juga kecam Jerman atas larangan pidato lewat video pada pengikutnya di Jerman.

https://p.dw.com/p/1JdFR
Foto: DW/D. Cupolo

Pernyataan itu diungkapkan Erdogan di hadapan para pengikutnya yang melakukan reli besar-besaran hari Minggu (07/08) di Istanbul, memrotes percobaan kudeta yang dilakukan militer Turki dan akhirnya gagal.

"Jika rakyat mencapai keputusan itu, maka saya percaya partai politik akan mematuhi keputusan tersebut, " tandas Erdogan. "Saya akan menyetujui keputusan parlemen," tambah presiden.

Seruan Erdogan untuk memberlakukan lagi hukuman mati membenturkan Turki pada kebijakan Uni Eropa, yang menentang hukuman mati. Padahal selama beberapa dekade, Turki telah mencoba untuk bergabung dengan UE. Para pejabat Uni Eropa mengatakan pembelakuan hukuman mati akan menyulitkan Turki bergabung blok itu.

Meskipun terjadi ketegangan, Wakil Kanselir Jerman Sigmar Gabriel mengatakan, blok tersebut seharusnya tidak mengucilkan Turki. "Dalam situasi kita saat ini, kita harus mencoba setiap jalan untuk bernegosiasi dengan Turki, "katanya dalam sebuah wawancara dengan media Jerman, ARD.

Kantor berita Anadolu menyebutkan, sekitar 5 juta orang ambil bagian dalam reli hari Minggu. Diperkirakan reli hari Minggu itu menjadi demonstrasi terbesar sejak percobaan kudeta, 15 Juli.

Reli kali ini dihadiri oleh partai konservatif yang berkuasa AKP, bersama dengan dua partai oposisi - sayap kanan Partai Gerakan Nasionalis (MHP), yang diwakili oleh pemimpinnya Devlet Bahceli, dan kubu kiri-tengah Partai Rakyat Republik (CHP), yang diwakili pemimpin oposisi, Kemal Kilicdaroglu.

Erdogan kecam Jerman

Erdogan juga kembali mengkritik pemerintah Jerman yang tidak memungkinkannya berbicara pada para pendukungnya lewat tautan video dalam sebuah aksi demonstrasi di kota Köln. Erdogan mempertanyakan, kenapa ketika partai Kurdi PKK menyebarkan video, diperbolehkan. Dikatakannya, jika Jerman memilih untuk mendukung "teroris" itu, maka akan menjadi "seperti bumerang." Banyak warga Turki yang bermukim dan bekerja di negara Jerman.

Dari awal semua pihak di parlemen menentang kudeta militer, yang menewaskan sedikitnya 260 orang tewas dan memaksa pemerintah untuk mengumumkan keadaan darurat. Erdogan menyalahkan mantan sekutunya, Fethullah Gulen untuk mengorganisir kudeta yang akhirnya gagal itu.

Erdogan bidik Gulen

Beberapa kelompok oposisi anggota dan hak asasi manusia seperti Amnesty International juga telah menyatakan kekhawatiran mereka atas pelanggaran hak asasi manusia dan penyalahgunaaan kekuasaan dalam beberapa pekan terakhir.

Pihak berwenang Turki mengatakan lebih dari 60.000 pekerja pemerintahan dirumahkan atau dipecat setelah kudeta, dengan alasan pembersihan pendukung Gulen. Beberapa 20.000 guru juga telah kehilanganizim kerja mereka. Lebih dari 25.000 orang telah ditahan, lebih dari 13.000 di antaranya secara resmi ditangkap.

Gulen - seorang ulama kelahiran Turki yang tinggal di pengasingan di Amerika Serikat sejak tahun 1999 dan banyak memiliki pengikut - membantah tuduhan tersebut.

Para pejabat Turki menuntut ekstradisi Gulen, tapi tidak ada permintaan resmi yang diajukan ke Amerika Serikat. Hal ini menyebabkan ketegangan hubungan antara Ankara dan Washington.

ap/yf (dpa)