1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ekonomi Lesu, Cina Malah Perkuat Militer

6 Maret 2015

Cina menjawab kelesuan ekonomi dengan memperkuat anggaran pertahanan. Perdana Menteri Li berdalih, langkah itu diperlukan buat mengamankan kepentingan ekonomi Cina di luar negeri.

https://p.dw.com/p/1EmYO
Symbolbild China Militär Soldaten
Foto: AFP/Getty Images/L. Downing

Setelah bertahun-tahun menikmati pertumbuhan berlimpah, perekonomian Cina mulai melambat. Dalam kongres rakyat nasional yang digelar Partai Komunis Cina di Beijing Kamis (5/3) lalu, Perdana Menteri Li Keqiang mengklaim negerinya sudah berjejak di era pertumbuhan terbatas.

Li melihat "bahaya laten" yang sedang dihadapi pemerintah di Beijing. Cina katanya sedang berada dalam "tahun yang kritis." Sebab itu pula pemerintah mengoreksi asumsi pertumbuhan ekonomi menjadi "sekitar tujuh persen," untuk tahun 2015.

Dalam pidatonya Li mengakui sulit bagi Cina untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi di kisaran yang sama seperti beberapa tahun silam. "Masalah struktural yang mengiringi pertumbuhan kita, kini mulai muncul ke permukaan. Tantangan yang akan kita hadapi tahun ini akan lebih besar dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Li di hadapan 3000 anggota delegasi.

Memperkuat Ekonomi Lewat Ekspansi Militer?

Dibayangi kelesuan ekonomi, Cina berupaya mengamankan kepentingannya di luar negeri. Pemerintah di Beijing mengumumkan kenaikan anggaran pertahanan sebesar 10 persen, menjadi 144,2 miliar Dolar AS. Dengan angka tersebut Cina semakin membetoni posisinya sebagai negara dengan anggaran militer terbesar kedua di dunia.

Li berdalih kenaikan anggaran militer diperlukan untuk membangun kekuatan milter yang mampu "melindungi kepentingan pertumbuhan Cina." Tidak ada penjelasan resmi tentang pernyataan Li tersebut.

Berbagai pengamat meyakini sebagian besar duit tambahan yang dikucurkan Beijing akan digunakan militer untuk memperkuat armada lautnya. Dugaan tersebut diperkuat dengan manuver Cina di Laut Cina Selatan yang semakin meresahkan negara-negara di kawasan.

Baru-baru ini selusin citra satelit menampilkan aktivitas Cina memperluas pulau-pulau yang diklaimnya di kepulauan Spratly. Sebagian diperkirakan akan dijadikan pangkalan militer, dengan landasan pacu yang mampu menampung pesawat pembom jarak jauh tipe H-6.

Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan diperebutkan karena diyakini menyimpan potensi sumber daya alam berlimpah, antara lain minyak bumi dan gas.

Modernisasi Militer Cina

Sejak beberapa tahun terakhir Beijing memang terkesan menaruh perhatian besar pada modernisasi militernya. Seperti dilansir Asia Times, Tentara Pembebasan Rakyat Cina saat ini sedang berada dalam "fase kunci" untuk memperkuat sistem informasi dan teknologi, ujar Chen Zhou, seorang peneliti di Akademi Sains Militer milik pemerintah.

Untuk itu Cina mengirimkan serdadunya ke berbagai misi PBB di seluruh dunia, antara lain menyediakan penelitian medis untuk kawasan yang terkena wabah Ebola di Afrika Barat. "Kami akan memastikan setiap sen dari uang yang dipakai akan digunakan untuk memperkuat daya tempur militer," kata Zhou kepada kantor berita Xinhua.

Hal serupa juga diutarakan Perdana Menteri Li dalam kongres rakyat di Beijing. Pemerintah, katanya, harus "memperkuat perkembangan teknologi baru untuk sistem persenjataan dan perlengkapan," militer.

Ambisi Cina menguasai teknologi antara lain terlihat lewat investasi di Eropa. Sejak krisis Euro merebak negeri tirai bambu itu mengucurkan 98 miliar Euro buat menguasai perusahaan-perusahaan Eropa.

Sebagian yang dibidik adalah perusahaan di bidang telekomunikasi, energi dan pemasok perlengkapan industri yang notabene menggadaikan teknologi yang mereka miliki untuk mendapat akses ke pasar Cina.

Lalu siapa yang rajin berbelanja teknologi di Eropa? Menurut Deutsche Bank, 78 persen investasi dari Cina datang dari perusahaan pelat merah.

rzn/vlz (dari berbagai sumber)