1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dialog Media Indonesia Jerman di Jakarta

Hendra Pasuhuk6 Maret 2008

Islam, media dan demokrasi, itu topik pertemuan praktisi dan peneliti media Indonesia dan Jerman di Jakarta. Pertemuan ini diselenggarakan Institut Hubungan Luar Negeri, IFA, atas prakarsa Kementerian Luar Negeri Jerman.

https://p.dw.com/p/DJCF
Cover majalah Kulturaustausch: Dialog dengan Islam

Selama dua hari, sekitar 20 praktisi dan peneliti media dari Jerman datang ke Jakarta untuk memaparkan situasi media di Jerman dan berdiskusi secara intensif dengan rekan-rekannya dari Indonesia. Mereka berasal dari berbagai media utama Jerman, baik media cetak maupun media elektronik.

Sedangkan delegasi dari Indonesia terdiri dari sekitar 30 praktisi dan peneliti serta anggota lembaga-lembaga pendidikan pers serta institusi media. Tema yang dibahas adalah wacana Islam dan demokrasi, pemberitaan tentang Islam di media dan soal etika jurnalisme.

Daftar pembicara dari pihak Indonesia memuat nama-nama yang sudah tidak asing lagi bagi publik. Hadir antara lain Romo Magnis Suseno, Azyumardi Azra dari Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Ishadi SK dari Trans TV dan Siti Musdah Mulia, ketua Muslimat Nahdlatul Ulama yang tahun lalu mendapat penghargaan dari pemerintah Amerika Serikat sebagai pejuang pemberdayaan perempuan.

Forum dialog media semacam ini sudah dilaksanakan Jerman secara berkala dengan dunia Arab dan Iran. Tujuannya untuk menumbuhkan dialog antar budaya dan memupuk saling pengertian. Dialog media dengan Indonesia punya keistimewaan, karena Indonesia adalah negara yang sudah mencanangkan prinsip kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Ini berbeda dengan situasi di negara-negara Arab dan Iran.

Martin Kobler, direktur budaya dan komunikasi Kementerian Luar Negeri Jerman menerangkan: “Indonesia menawarkan penerapan Islam yang moderat. Dalam situasi global saat ini dimana hubungan Barat dengan Islam meruncing, Indonesia bisa menadi penengah.”

Martin Kobler melanjutkan, sebenarnya topik Islam dan demokrasi bisa diperluas, karena pertanyaannya adalah, bagaimana hubungan agama, juga agama Kristen dengan demokrasi? Apakah agama dan demokrasi bisa berjalan seiring? Dan inilah yang menjadi topik utama pembahasan Romo Magnis Suseno. Apakah demokrasi bisa dilaksanakan di tengah masyarakat Islam?

Jawaban Romo Magnis tegas: Ya. Kesulitan pembangunan demokrasi di negara-negara Arab misalnya, tidak secara spesifik berhubungan dengan Islam. Masalahnya adalah, mereka gagal melakukan trasformasi dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern sesuai tuntutan jaman.

“Semua negara ini dulunya adalah masyarakat tradisional, yang pada dasarnya mampu memenuhi kebutuhan anggota masyarakatnya, yaitu kebutuhan rasa aman, kesejahteraan dan stabilitas. Tapi ketika pengaruh-pengaruh luar masuk dalam bentuk kolonialisme dan desakan budaya politik global, semua ini memaksa masyarakat tradisional berubah menjadi sebuah negara nasional dengan sistem birokrasi sentralistis. Ini menyebabkan struktur hierarki tradisional dan sistem ekonominya berantakan.”

Akibatnya, sistem tradisional runtuh, orang-orang kehilangan nafkah dan terdampar di pinggiran kota yang kumuh. Ini menimbulkan masalah yang berdampak sampai saat ini, demikian Romo Magnis.

Memang tidak semua pertanyaan dari satu pihak untuk pihak lain bisa terjawab. Terutama yang berhubungan dengan persepsi Islam di media Barat setelah serangan teror 11 September, perang Irak yang dilancarkan Amerika Serikat dan sengketa serial kartun yang terbit di koran Denmark.

Dalam dialog media ini juga dibahas situasi kebebasan pers, pengelolaan jurnalisme yang berkualitas dan pengembangan etika jurnalisme. Tema luas ini memang tidak mungkin dibahas secara mendalam hanya dalam dua hari. Para peserta sepakat, dialog media Indonesia-Jerman yang pertama ini memang hanya bisa jadi awal tukar pikiran, yang perlu dilanjutkan lagi dalam pertemuan-pertemuan berikutnya.