1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikTimur Tengah

Desakan Setop Pengepungan dan Buka Akses Bantuan di Gaza

12 Oktober 2023

Para menteri luar negeri negara-negara Arab menuntut Israel menghentikan pengepungannya terhadap Gaza dan menyerukan agar bantuan kemanusiaan segera dikirimkan ke wilayah pesisir yang miskin dan padat penduduk.

https://p.dw.com/p/4XQfv
Sejumlah rumah dan bangunan hancur akibat serangan Israel di Gaza
Sejumlah rumah dan bangunan hancur akibat serangan Israel di GazaFoto: Mohammed Salem/REUTERS

Di markas besar Liga Arab di Kairo, para menteri luar negeri negara-negara Arab bertemu pada Rabu (11/10) untuk membahas perang yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas.

Selain menuntut Israel menghentikan pengepungannya terhadap Gaza, mereka juga menyerukan agar bantuan kemanusiaan seperti makanan dan bahan bakar segera dikirimkan ke wilayah pesisir yang miskin dan padat penduduk.

Tidak hanya itu, Israel juga didesak untuk mempertimbangkan kembali "keputusan tidak adilnya dalam memutus pasokan listrik dan air ke Gaza.”

Dalam kesempatan terpisah, badan pengungsi Palestina PBB, UNRWA, juga mendesak dikirimkannya bantuan kemanusiaan senilai $104 juta (setara dengan Rp1,6 triliun) untuk Jalur Gaza.

"Apa yang terjadi saat ini adalah tragedi kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bantuan kepada warga sipil yang tidak punya tempat untuk menyelamatkan diri harus segera diberikan: air, makanan, obat-obatan,” kata Komisaris Jenderal UNWRA Philippe Lazzarni.

"Sangatlah mendesak bahwa akses terhadap bantuan dan perlindungan kemanusiaan harus ditegakkan bagi semua warga sipil,” tambah Lazzarini.

Biden peringatkan Iran

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan bahwa mobilisasi pesawat dan kapal milik AS yang mendekat ke Israel adalah peringatan bagi Iran untuk "berhati-hati.” Hal itu disampaikan Biden saat berbicara dengan para pemimpin komunitas Yahudi di Gedung Putih pada Rabu (11/10).

Iran adalah pendukung finansial dan militer utama bagi Hamas, kelompok yang dianggap oleh AS, Uni Eropa (UE), Jerman dan beberapa negara lainnya sebagai organisasi teroris.

Dalam kesempatan itu, Biden menggambarkan serangan Hamas terhadap warga sipil Israel sebagai "hari paling mematikan bagi orang Yahudi sejak Holocaust.”

"Serangan ini adalah sebuah kampanye kekejaman murni, bukan hanya sekadar kebencian, tapi kekejaman murni terhadap orang-orang Yahudi,” ujarnya.

Biden juga mengatakan bahwa penting bagi Israel untuk bertindak "sesuai aturan perang” dalam kampanye militernya melawan Hamas di Gaza.

Israel bentuk kabinet perang

Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu bersama dengan politisi oposisi Benny Gantz secara resmi mengumumkan pembentukan pemerintahan darurat nasional dan kabinet perang untuk menghadapi Hamas.

"Kami telah membentuk pemerintahan darurat nasional,” kata Netanyahu dalam pidatonya yang disiarkan melalui televisi pada Rabu (11/10) malam waktu setempat.

"Rakyat Israel bersatu. Kami telah mengesampingkan perbedaan-perbedaan kami,” tambahnya.

Pembentukan kabinet perang oleh Netanyahu dan Gantz ini menjadi tanda bersatunya pemerintah dan oposisi di Israel. Netanyahu adalah anggota Partai Likud yang konservatif, sementara Gantz adalah anggota aliansi Biru dan Putih yang berhaluan tengah.

"Keberadaan kita di sini bersama-sama bahu-membahu adalah pesan bagi musuh-musuh kita,” kata Gantz dalam pidatonya.

"Ada waktu untuk damai dan ada waktu untuk perang. Sekarang adalah waktunya perang,” tambahnya.

Negosiasi pembebasan sandera

Kantor berita AFP dan Reuters dengan mengutip seorang pejabat Turki melaporkan bahwa pemerintahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sedang melakukan negosiasi pembebasan sandera dengan Hamas.

Erdogan sering menyatakan simpatinya kepada Palestina, dan Turki tidak menganggap Hamas sebagai kelompok teroris.

Meski begitu, Turki juga tidak serta merta memiliki hubungan negatif dengan Israel. Turki dan Israel menormalisasi hubungan pada tahun 2022, dengan kedua negara memiliki hubungan dagang yang kuat.

Sementara itu, dalam wawancara kepada DW, editor majalah Foreign Policy Ravi Agrawal mengatakan bahwa Qatar bisa menjadi pemain kunci dalam kemungkinan negosiasi pembebasan sandera dengan Hamas.

Qatar yang telah menawarkan diri menjadi penengah adalah salah satu negara di kawasan yang dipercaya oleh kedua belah pihak. Qatar sebelumnya juga telah berhasil melakukannya di masa lalu.

"Ini penting karena saat ini tidak ada kepercayaan antara Hamas dan Israel. Jadi, diperlukan pemain dari luar,” kata Agrawal.

Presiden AS Joe Biden sebelumnya memperkirakan ada sekitar 150 sandera yang ditahan di Gaza setelah serangan teror terhadap Israel pada Sabtu (07/10) lalu.

gtp/ha/pkp (Reuters, AFP, AP)