1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Densus 88 Disorot!

2 April 2013

Pasukan elit kepolisian Indonesia yang selama ini dipuji karena keberhasilannya dalam mengejar kelompok teroris, kini dituduh melakukan penyiksaan dan pembunuhan ekstra yudisial.

https://p.dw.com/p/187zs
Foto: picture-alliance/dpa

Pasukan elit anti teror Detasemen Khusus atau biasa disingkat Densus 88 yang dibentuk setelah bom Bali tahun  2002, selama ini mendapat dukungan publik yang kuat  setelah sukses menangkap beberapa tokoh teroris yang paling dicari di wilayah tersebut.

Namun bulan lalu, sebuah rekaman video beredar dan memperlihatkan seorang petugas Densus 88 menginterogasi tersangka teroris yang menggeliat kesakitan setelah dia ditembak di bagian dada dan dipaksa telanjang dan hanya memakai pakaian dalam.

Beredarnya rekaman video

“Kenapa anda menembak saya? Saya sudah menyerah,” teriak salah seorang tersangka, sementara polisi berkali-kali berteriak balik meminta tersangka itu meminta maaf kepada Tuhan. ”Kamu akan mati,” kata petugas polisi itu sambil menginjak-injak tiga tersangka teroris lainnya dan menembak ke tanah untuk mengintimidasi mereka.

Tersangka yang ditembak dalam rekaman video itu adalah Rahman Kalahe, yang selamat dalam insiden tersebut dan dijatuhi hukuman penjara 19 tahun atas perannya dalam memenggal tiga pelajar Kristen dan pembunuhan seorang pendeta di Poso. 

Beredarnya rekaman itu telah memicu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk membuka kembali penyelidikan atas penggerebekan tahun 2007, yang saat itu membuat sejumlah kelompok Islam dan anggota parlemen mendesak pembubaran Densus 88.

“Densus 88 telah melakukan penyiksaan, pembunuhan dan intimidasi, namun mereka tidak pernah diminta pertanggungjawaban. Unit itu harus dibubarkan,” kata Din Syamsuddin, Ketua Umum Muhamadiyah, organisasi Islam kedua terbesar di Indonesia, yang membawa rekaman video itu kepada polisi.

Bantahan pemerintah

Pemerintah Indonesia berkeras bahwa pasukan keamanan selama ini menghormati hak asasi manusia.

“Ada standar prosedur operasi dalam penanganan terorisme. Tidak betul bahwa Densus 88 menerapkan pendekatan tembak mati,” kata juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha.

“Setiap tindakan yang bertentangan dengan hukum, termasuk hukum mengenai hak asasi manusia, akan diproses tanpa pengecualian. Negara itu menjunjung tinggi dan menegakkan aturan hukum,” kata dia.

Pasukan elit Densus 88 yang mendapatkan bantuan dana dan pelatihan dari Amerika Serikat dan Australia, selama ini sukses menangani berbagai kasus serangan kelompok militan atas berbagai target sipil yang mengguncang Indonesia sejak satu dekade terakhir.

Dikhawatirkan picu balas dendam

Perang Indonesia melawan terorisme, kini hampir seluruhnya terjadi antara polisi dengn kelompok militan, yang sebagian besar berbasis di Poso -- yang dikenal sebagai tempat kegiatan militan di pulau Sulawesi, lokasi di mana rekaman video itu terjadi.

Pergeseran dalam karakter terorisme di Indonesia telah menimbulkan kecemasan bahwa perlakuan pasukan elit itu kepada para tersangka teroris akan memicu reaksi serangan balasan.

Sejak pembentukan Densus 88, kepolisian Indonesia telah membunuh paling sedikit 90 tersangka lewat berbagai operasi anti teorisme, demikian laporan International Crisis Group ICG.

“Anda bisa melihat kenapa orang marah saat polisi menembaki orang-orang hanya karena mereka mempunyai sebuah fotokopi buku jihad di ruangan mereka,” kata Todd Elliot, seorang analis terorisme dari Concorde Consulting yang berbasis di Jakarta.

“Meski tidak ada lagi serangan besar selama bertahun-tahun, tapi polisi membunuhi para tersangka teroris setiap dua bulan, anda bisa faham kenapa orang-orang mulai mempertanyakan.”

Kepala Badan Nasional Anti Terorisme Ansyaad Mbai membantah bahwa pasukan elit itu “gampang” menembak (tersangka-red), sambil mengatakan bahwa kematian itu terjadi karena tersangka teoris jarang menyerah dan sering bersenjata.


Alasan dibalik pembunuhan teroris

Sejumlah angka mendukung argumen itu -- pada periode yang sama di mana 50 tersangka teroris tewas, 21 polisi terbunuh saat mencoba menangkap atau menyelidiki kegiatan kelompok ekstrimis.

Oktober tahun lalu, dua petugas yang sedang menyelidiki kamp teroris di Poso ditemukan tewas dan dikubur dalam sebuah lubang dengan leher menganga.

“Terorisme adalah sebuah kejahatan luar biasa yang membutuhkan operasi yang juga luar biasa,” kata Mbai.

“Mereka tidak menghormati hak-hak orang Indonesia, jadi kenapa kita tiba-tiba peduli dengan mereka?” kata dia.

“Sejak Densus 88 dibentuk, kami telah menangkap 850 teroris. Ya, puluhan diantaranya terbunuh, tapi sebagian besar ditangkap hidup-hidup.“

Mbai melihat beredarnya rekaman video itu sebagai taktik terakhir dalam kampanye jangka panjang melawan pasukan elit itu, yang dilakukan berbagai faksi politik atau kelompok Islam garis keras yang selalu menyebut Densus 88 anti Islam.

Komnas HAM telah merekomendasikan agar pasukan elit ini melakukan proses evaluasi secara transparan dan diminta pertanggungjawabannya jika terjadi pembunuhan di luar hukum.

Problem di dalam Densus 88 bukan sesuatu yang unik diantara kepolisian Indonesia. Pelapor khusus PBB dalam laporan tahun 2008 menemukan bahwa penyiksaan dan penganiayaan atas para tersangka selama penangkapan dan penahanan terjadi secara meluas di kepolisian Indonesia.

“Video ini menunjukkan kebutuhan yang nyata tentang perlunya pelatihan hak asasi manusia. Insitusi kepolisian Indonesia secara keseluruhan masih membutuhkan reformasi,” tutur Elliot.

AB/ HP (afp/dpa/ap)