1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dampak Awal Sanksi bagi Suriah

28 September 2011

Rezim Assad menindas rakyatnya dengan aksi kekerasan. Dunia internasional bereaksi dengan menjatuhkan sanksi bagi Suriah. Korban pertama dari embargo ekonomi adalah warga biasa Suriah.

https://p.dw.com/p/12iMI
Demonstrasi anti pemerintah SuriahFoto: AP

Para konsumen di Suriah merasa seperti kembali berada di tahun 80-an. Dulu juga tidak banyak yang bisa dibeli, semua mahal dan hampir tidak ada produk impor dari Barat. Di bawah pemerintahan Bashar al Assad, kondisi ekonomi lebih baik. Lebih banyak barang asing dan suplai lebih lancar khususnya di kota-kota besar. Siapa yang punya uang, bisa beli lebih banyak.

Sejak Assad melakukan aksi kekerasan terhadap warganya sendiri, Amerika Serikat dan Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap Suriah. Dampaknya mulai terlihat. Menurut keterangan pemerintah, 40 ribu warga Suriah kehilangan pekerjaannya, harga barang meningkat dan toko-toko terancam tutup.

Korban pertama dari embargo ekonomi adalah warga biasa Suriah. Ini karena keputusan pemerintah Suriah. Mereka melarang impor mobil dan barang mewah. Sehingga, harga meningkat. Penjual menuntut harga lebih tinggi karena produk yang tersedia sedikit. Harga mobil tipe Kia Rio misalnya, kini 2.600 Euro lebih mahal. 

Sony, Philips dan Sharp menghentikan penjualan produknya di Suriah. Manajer pusat perbelanjaan di Damaskus memperkirakan kenaikan harga bagi barang impor yang masih tersedia bisa mencapai 40 persen. 

Perusahaan kartu kredit asing juga telah menghentikan aktivitas di Suriah. Pimpinan Suriah mencoba menenangkan warga. Penjelasan yang dikeluarkan: langkah yang diambil pemerintah hanya bersifat sementara dan hanya bagi barang yang terkena pajak lebih dari lima persen. Faktanya, 25 persen semua barang impor terkena dampak dari peraturan baru negara. Selain mobil, juga perabotan, mode, peralatan rumah tangga dan bahan kebutuhan sehari-hari yang mahal.

Tujuannya melindungi cadangan devisa Suriah. Petunjuk, bahwa rezim menganggap serius sanksi yang pada awalnya tidak dipedulikan oleh mereka. Björn Luley, ketua Goethe Institut di Damaskus yang ditutup April lalu, berpendapat, "Pada akhirnya situasi keuangan di Suriah yang akan membuat keputusan. Investasi kuat Uni Emirat Arab, Kuwait dan Qatar berkurang secara dramatis. Ini bisa mewujudkan perubahan lebih cepat situasi politik di Suriah dibandingkan hanya melalui demonstrasi di kota-kota."

Embargo Uni Eropa bagi minyak Suriah akan dimulai pertengahan November mendatang. Mungkin saja, hingga itu terjadi, akan ada konsumen baru seperti misalnya Cina. Menurut perkiraan para pakar, cadangan devisa Suriah cukup untuk kelangsungan negara itu hingga 16 bulan.

Pertanyaannya adalah, apakah para pengusaha yang dalam 11 tahun Bashar al Assad berkuasa mengalami boom, akan tetap setia dengan pemerintah. Karena bagaimana pun juga mereka kehilangan keuntungan. Jadi, Assad tidak hanya terancam dari demonstrasi di jalanan, namun juga dari sektor ekonomi.

Ulrich Leidholdt/Vidi Legowo-Zipperer

Editor: Andriani Nangoy