1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

131210 Mitchell Nahost

13 Desember 2010

Walaupun telah merubah strateginya, Amerika Serikat tetap ingin menghidupkan kembali proses perdamaian dii Timur Tengah. Untuk itu, utusan khusus AS Mitchell berangkat ke Israel, Selasa (14/12)

https://p.dw.com/p/QXga
Menlu AS Hillary Rodham Clinton ketika bertemu PM Israel Benjamin Netanjahu di New York, Kamis (11/11Foto: AP

Dalam sebuah acara di Washington, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton mengatakan, sekarang adalah saatnya untuk merundingkan perbatasan masa depan antara Israel dan Palestina, masalah keamanan, pembagian air, masalah pengungsi Palestina dan status kota Yerusalem. Sehubungan dengan itu, pimpinan juru runding Amerika Serikat George Mitchell untuk pertama kalinya sejak empat bulan, hari Selasa (14/12) dinantikan kedatangannya di Israel.

Mitchell akan kembali melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanjahu dan Presiden Wilayah Otonomi Palestina Mahmud Abbas. Tapi pembicaraan langsung yang dimulai bulan September lalu, berakhir setelah dilakukan selama empat pekan. Penyebabnya, Israel tidak bersedia menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat Yordan. Bagi Palestina hal itu merupakan persyaratan bagi dapat dilakukannya pembicaraan langsung.

Presiden Amerika Serikat Barack Obama dan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton bertekad untuk terus memajukan proses perdamaian, meskipun di pekan belakangan mengubah kebijakannya, yakni, tidak lagi mendesak Isarel untuk menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi. Perubahan kebijakan yang mengejutkan ini mengecewakan Palestina.

Dihentikannya tuntutan Amerika Serikat agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman Yahudi, bukan berarti Hillary Clinton memberikan kebebasan kepada Benjamin Netanjahu. Menurut laporan harian Israel Ha'aretz, hubungan antara Amerika Serikat dan Israel kembali mencapai titik terendah. Hillary Clinton, di balik layar hendak menjelaskan, bahwa ia tidak akan membiarkan Benjamin Netanjahu untuk mengubur pembicaraan antara Israel dan Palestina.

Sampai sekarang pemerintah Israel tidak terkesan dengan tekanan yang dilakukan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton. Wakil Perdana Menteri Silvan Shalom dari Partai Likud menilai perubahan kebijakan di Washington membenarkan sikap yang diambil Israel.

Berbeda dengan Silvan Shalom, Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak, dalam sebuah seminar mengenai Timur Tengah baru-baru ini di Washington, mengambil langkah yang mendekati Palestina. Ia mengungkapkan mengenai pembagian kota Yerusalem.

Sebastian Engelbrecht/Asril Ridwan

Editor: Dyan Kostermans