Cina Memprotes Rencana Amerika Menjual Senjata ke Taiwan
22 September 2011Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Kurt Campbell mengatakan penjualan ini akan memberikan kontribusi signifikan kepada kemampuan pertahanan udara Taiwan untuk membela diri.
Selain memperbarui jet tempur F-16, Amerika juga menjual radar, persenjataan dan suku cadang militer untuk pesawat tempur dan angkut militer Taiwan. Tak hanya itu, Amerika juga memperpanjang kerjasama untuk melatih pilot pesawat tempur F-16 Taiwan di pangkalan udara Amerika untuk lima tahun ke depan. Dari Taipei dilaporkan bahwa Menteri Luar Negeri Taiwan, telah memuji langkah Amerika tersebut.
Cina yang selama ini memandang Taiwan sebagai bagian dari wilayah mereka, telah memperingatkan Amerika bahwa langkah ini bisa merusak kerjasama dalam bidang pertahanan yang selama ini telah terjalin antara kedua negara. Wakil Menteri Luar Negeri Cina Zhang Zhijun telah memanggil atase militer Amerika di Beijing untuk menyampaikan keberatan.
Tahun lalu, Beijing menunda program kerjasama militer dengan Amerika, setelah pemerintah Obama meminta kepada Kongres untuk meloloskan bantuan militer senilai 6,4 milyar dollar kepada Taiwan. Bantuan itu termasuk diantaranya berupa rudal, helikopter Black Hawk, sistem informasi militer dan dua kapal penghancur ranjau laut.
Hubungan kedua negara yakni Amerika dan Cina, terus mengalami pasang surut. Amerika selama ini sering mengkritik Beijing terkait masalah pelanggaran hak asasi manusia dan praktek dagang yang dianggap curang. Sementara Cina memandang masalah politik sebagai urusan dalam negeri mereka dan balik menyerang bahwa Paman Sam berusaha mencegah kebangkitan Cina sebagai kekuatan baru di dunia.
Belakangan, kedua negara sebenarnya sedang berusaha memperbaiki hubungan diplomatik. Saat ini, Beijing sedang bersiap mengirimkan Wakil Presiden yang dianggap beberapa kalangan sebagai calon pemimpin masa depan Cina Xi Jinping, untuk melakukan kunjungan ke Washington. Tapi jika isu Taiwan ini menguat di dalam negeri Cina, para pengamat menilai bukan tak mungkin hubungan diplomatik kedua negara akan kembali memanas.
Andy Budiman
Editor: Ayu Purwaningsih