1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina: 40 "Perusuh" di Xinjiang Tewas

26 September 2014

Empat puluh orang “perusuh” di wilayah Xinjiang, Cina tewas, setelah serangkaian ledakan terjadi minggu lalu, demikian dikatakan pemerintah daerah Luntai, Xinjiang.

https://p.dw.com/p/1DLR7
Foto: MARK RALSTON/AFP/Getty Images

Enam warga sipil, dua polisi dan tewas dalam serangan di Luntai, Xinjiang baru-baru ini. Sementara 54 warga sipil terluka. Demikian dinyatakan portal berita pemerintah daerah Tianshan, Kamis (25/09) malam.

Dua "perusuh" ditangkap, sementara tersangka utama, yang disebut Mamat Tursun, ditembak mati. Kekerasan terjadi hanya dua hari sebelum dijatuhkannya hukuman terhadap tokoh Muslim Uighur, Ilham Tohti, yang diadili atas tuduhan separatisme.

Media pemerintah China sebelumnya hanya menyatakan bahwa dua orang tewas dalam insiden itu. Partai Komunis yang berkuasa membatasi akses ke wilayah bergolak, sehingga sulit didapatkan informasi secara independen.

Staf di hotel di Luntai dihubungi oleh AFP menceritakan,"Pasukan keamanan masih berjaga di jalanan," kata seorang resepsionis. Sementara seorang penduduk lain bercerita, aktivitas bisnis terganggu karena orang takut keluar rumah.

Hukuman bagi Tohti

Ilham Tohti, seorang mantan profesor di universitas yang mengkritik kebijakan Beijing di wilayah barat, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada Selasa (23/09).

Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa kelompok hak asasi manusia telah menyerukan pembebasan Tohti, yang berumur 44 tahun itu. Kalangan pengamat mengatakan, penuntutan hukum itu berisiko membungkam suara-suara moderat Uighur dan memotong kemungkinan terjadinya dialog.


Kritik lainnya juga mengalir, di antaranya peringatan bahwa pembungkaman itu bisa menambah ketegangan di wilayah bergolak.

Sebagai peringatan

Dalam sebuah kolom di halaman editorial The Global Times -- tabloid yang berada di bawah People's Daily, media corong Partai—disebutkan, bahwa kasus Tohti itu harus dilihat sebagai peringatan kepada siapa pun yang mencoba mendobrak China. "Kelompok separatis Cina harus menyadari sepenuhnya kebijakan yang diambil berdasarkan konstitusi China dan hukum pidana," demikian isi tulisan itu.

Ditambahkan: "Kasus Tohti bisa menjadi pelajaran bagi mereka, untuk menyadari berapa harga yang mereka harus bayar jika mereka terus melakukan aksi berbahaya."

Ledakan Minggu malam

Menurut laporan portal Tianshan, serangan "terorganisasi dan serius" berupa empat ledakan terjadi Minggu (21/09) malam. Target serangan itu adalah dua pos polisi, pasar dan toko. Di antara 54 warga sipil yang terluka terdapat 32 anggota kelompok minoritas Muslim Uighur dan 22 etnis Han.

40 orang yang dianggap "perusuh" oleh pemerintah Cina tewas, sebagian dengan meledakkan diri, sementara yang lainnya ditembak mati oleh polisi, papar kantor berita Tianshan.

Polisi mengatakan, Mamat Tursun, yang diduga sebagai pemimpin serangan hari Minggu lalu, sejak tahun 2003 telah "secara bertahap berkembang menjadi seorang ekstrimis" dan telah "meminta orang lain untuk bergabung dengan kelompok teroris ketika bekerja pada proyek-proyek konstruksi", menurut kantor berita resmi Xinhua.

Pada tahun lalu, kekerasan antara penduduk setempat dan pasukan keamanan di Xinjiang - tanah air Uighur – meningkat. Kekerasan itu telah merenggut lebih dari 200 jiwa dan mendorong pemerintahan di Beijing untuk meluncurkan tindakan keras keamanan.

Di antara serangan-serangan itu, yang paling mengejutkan adalah serangan pada bulan Mei lalu di sebuah pasar di ibukota Urumqi, di mana lebih dari 30 orang tewas. Insiden parah lainnya adalah serangan pisau mematikan di sebuah stasiun kereta api di Kunmin, di barat daya Cina pada bulan Maret lalu, yang menewaskan 29 orang.

ap/ml (afp)