1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bundestag Loloskan Dana Penyelamatan Euro

29 September 2011

Kamis (29/09) setelah menggelar perdebatan dan pemungutan suara, Parlemen Jerman Bundestag setujui naikkan jaminan Jerman untuk dana penyelamatan Euro EFSF. Andil Jerman dalam EFSF naik dari 88 menjadi 211 milyar Euro.

https://p.dw.com/p/12j4q
Kanselir Merkel (kanan) dan Wakil Kanselir Rösler ikuti debat di Bundestag (29/09)Foto: dapd

Dengan suara mayoritas, Kamis (29/09), Parlemen Jerman Bundestag menyetujui dana penyelamatan Euro EFSF. 523 anggota parlemen memberikan suara setuju, 85 menolak dan tiga suara abstain. Fraksi koalisi pemerintah Uni Kristen CDU/CSU dan Liberal FDP memberikan 315 suara ya. Kanselir Angela Merkel dapat bernafas lega, karena ini berarti ia masih mendapat dukungan mayoritas. 
 

Merkel Selamat

Bagi Kanselir Angela Merkel pemungutan suara itu merupakan parameter apakah ia masih mendapat dukungan. Di jajaran partainya CDU, tidak semua mendukung paket penyelamatan Euro tersebut. Merkel perlu paling sedikit 311 suara "ya" bagi apa yang disebut dukungan mayoritas kanselir. Seandainya Merkel gagal meraih suara mayoritas sebanyak itu dari fraksi koalisi, pihak oposisi akan menilainya sebagai tamparan politis bagi kanselir Jerman itu.

Bundestag Reform Euro-Rettungsschirm EFSF
Kanselir Angela MerkelFoto: dapd

Dengan hasil persetujuan Bundestag, andil Jerman dalam paket dana penyelamatan akan dinaikkan dari 88 milyar Euro menjadi 211 milyar Euro. Dana penyelamatan Euro EFSF selanjutnya akan berjumlah 440 milyar Euro, agar secara efektif dapat membantu negara-negara zona pengguna Euro yang dilanda krisis hutang. Saat ini dana EFSF masih sekitar 240 milyar Euro.

Parlemen Eropa Ketatkan Pakta Stabilitas Euro

Juga dalam upaya memerangi krisis hutang, Parlemen Eropa sudah mensahkan peraturan lebih ketat bagi Pakta Stabilitas Euro. Rabu (29/09) di Strassburg, Perancis, Parlemen Eropa mensahkan enam peraturan, guna menghindari terjadinya krisis hutang baru seperti yang dialami Yunani.

Titik berat peraturan baru tersebut adalah negara-negara yang melampaui batas maksimal defisit anggaran tiga persen, secara otomatis dapat dikenai sanksi. Persetujuan ke-27 anggota Uni Eropa untuk dilakukannya proses hukum terhadap pelanggar defisit tidak lagi diperlukan. Proses ini hanya dapat dihentikan melalui mayoritas dua pertiga suara dari seluruh anggota Uni Eropa.

Selama ini sejumlah negara Uni Eropa dapat menghentikan penjatuhan sanksi pelanggaran defisit. Karena itu meskipun masalah hutang yang akut di beberapa negara anggota Uni Eropa, sampai kini tidak ada negara yang harus membayar denda.

Sixpack

Anggota Parlemen di Strassburg mensahkan keenam peraturan baru yang disebut Sixpack itu dengan suara mayoritas kubu konservatif dan liberal. Anggota Parlemen Eropa Werner Langen dari Partai Uni Kristen CDU Jerman menyatakan, "Hasilnya sangat bagus, kami meraih mayoritas lebih besar untuk upaya memperketat Pakta Stabilitas dan Pertumbuhan Euro. Tapi saya kecewa karena kubu sosialis dan Partai Hijau menentangnya.“

Partai Sosial demokrat, Partai Hijau dan Partai Kiri memberi suara menolak, karena menurutnya peraturan baru itu terlalu mengandalkan penghematan dan kurang mendorong pertumbuhan ekonomi. Anggota Parlemen Eropa Udo Bullmann dari Partai sosial demokrat SPD Jerman mengatakan, "Sixpack ini tidak menyeimbangkan, kurang impuls pertumbuhan, kurang keseimbangan sosial.“

Pengawasan Data Statistik

Peraturan baru Parlemen Eropa Sixpack tidak hanya menyangkut pengetatan Pakta Stabilitas dan Pertumbuhan Euro. Melainkan juga definisi standar bersama data statistik dan menetapkan hukuman jika negara anggota melaporkan data yang tidak benar ke Brussel. Yunani dituduh mempercepat proses memasuki zona pengguna Euro, dengan angka yang dimanipulasi.

Selain itu peraturan Sixpack juga diharapkan mengatasi ketidakseimbangan politik ekonomi di negara-negara Uni Eropa. Setelah disetujui Dewan Menteri Eropa, peraturan baru Pakta Stabilitas Euro Sixpack direncanakan berlaku mulai awal 2012.

Dyan Kostermans/dpa/Reuters/DW                                                                   Editor: Hendra Pasuhuk