1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bubarnya Koalisi Oranye Ukraina

17 September 2008

Pemerintah koalisi Ukraina bubar hanya 9 bulan setelah pembentukannya. Ini kedua kalinya koalisi Presiden Viktor Yanuschenko dan Perdana Menteri Julia Timoschenko pecah.

https://p.dw.com/p/FJRU
Foto: AP

Pembubaran pemerintah diumumkan hari Selasa oleh Ketua Parlemen Arseny Yatsenyuk. Berikutnya, dalam waktu 30 hari parlemen harus membentuk pemerintahan baru. Jika dalam jangka waktu 30 hari itu pembentukan kabinet gagal, maka presiden memiliki kekuasaan untuk menyelenggarakan Pemilu sela.

Kekuatan terbesar koalisi yang disebut Blok Timoschenko bermaksud untuk langsung mengupayakan terbentuknya koalisi baru. Namun tidak akan mudah, kata seorang politisinya, Anatolij Schkil:

"Pembentukan pemerintah sebetulnya tergantung dari tiga pihak. Partainya presiden Yutschenko, blok Litwin, dan blok kami. Blok Litwin bersama kami sudah siap berunding. Namun sayangnya, tidak demikian dengan blok Yutschenko, yakni Partai Ukraina Kami. Mereka jelas lebih menginginkan diselenggarakannya Pemilu sela."

Partai Ukraina Kita pimpinan sang presiden memang sudah lebih awal mundur dari koalisi. Yakni sejak 3 September lalu. Presiden Viktor Yuschenko dan Perdana Menteri Julia Timoschenko adalah dua tokoh pro Barat yang sebetulnya sama-sama memimpin Revolusi Oranye tahun 2004. Dalam revolusi damai itu, kaum oposisi pro barat berhasil menggulingkan kekuasaan Viktor Yanukovych yang pro Rusia. Namun sejak itu, Yuschenko dan Timoschenko jarang sekali akur. Pada tahun 2005 Presiden Yuschenko sudah pernah pula membubarkan pemerintahan Perdana Menteri Julia Timoschenko, dengan berbagai tuduhan korupsi. Keduanya hanya terpaksa kembali bekerjasama dalam suatu pemerintahan koalisi, karena Pemilu sela yang diselenggarakan waktu itu justru dimenangkan Partai Kawasan pimpinan Viktor Yanukovich yang pro Moskow. Partai Julia Tymoshenko menempati posisi kedua. Sementara Partai Ukraina Kita dari presiden Viktor Yuschenko justru memperoleh suara yang sangat kecil.

Belakangan, pertentangan Yuschenko dan Timoschenko makin menajam. Secara pribadi keduanya saling berebut pengaruh dalam mempersiapkan diri menghadapi pemilihan presiden tahun 2010. Dan akhirnya, keduanya benar-benar pecah kongsi lagi akibat pertentangan pandangan mengenai sikap Ukraina terhadap invasi Rusia di Georgia.

Presiden Yuschenko bersikap sangat keras dalam mengecam Rusia. Yuschenko memang sangat pro barat dan terobsesi untuk bergabung dalam NATO. Sementara Perdana Menteri Julia Timoschenko, kendati pro Barat, menganggap sikap keras itu membahayakan posisi Ukraina yang dalam banyak hal yangat tergantung pada Rusia. Partai oposisi yang pro Rusia, tentu saja mengail di air keruh. Seperti diungkap pemimpin Partai kawasan dan bekas presiden Viktor Yanukovich:

"Pendekatan pemerintah Ukraina yang sangat gegabah untuk bergabung dalam NATO, dan perilaku politik yang tak masuk akal selama konflik Georgia mengguncangkan kedamaian dalam negeri kami."

Tetapi perbedaan sikap dalam kebijakan keras terhadap Rusia hanyalah puncak dari pertentangan Yuschenko dan Timoschenko. Masalah besar lain yang memicu perpecahan adalah pemihakan Timopshenko sebelumnya terhadap kelompok oposisi pro Rusia. Yakni dalam meloloskan sejumlah undang-undang yang mempreteli kekuasaan presiden.

Saat mengumumkan pembubaran pemerintah, Ketua Parlemen Arseny Yatsenyuk mengatakan, peristiwa ini bukan merupakan suatu kiamat politik melainkan justru tantangan lain yang harus dihadapi untuk kedewasaan demokrasi Ukraina. Dan pemimpion oposisi pro Rusia yang juga bekas presiden Ukraina Viktor Yanukovitch sudah menerjemahkan ungkapan ini dengan caranya sendiri. Yakni dengan menyatakan bahwa pemerinrtah baru nanti harus menyertakan partainya.