1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bisakah Jokowi Membenahi Perekonomian?

Hendra Pasuhuk5 Februari 2015

Joko Widodo seperti tak kenal lelah dan terus melakukan kegiatan. Dapatkah ia membenahi birokrasi dan pengelolaan perekonomian Indonesia yang berpenduduk 240 juta orang?

https://p.dw.com/p/1DwMx
Indonesischer Präsident Joko Jokowi Widodo
Foto: Reuters

Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2014 mencapai angka terendah selama lima tahun terakhir. Menurut BPS, tahun 2014 pertumbuhan ekonomi sekitar 5,01 persen (dengan basis perbandingan tahun 2010). Padahal pemerintah menargetkan pertumbuhan sebesar 5,5 persen.

Pemerintahan Jokowi berharap, situasi ini bisa lebih membaik lagi tahun 2015, setelah beberapa langkah dilakukan untuk membangkitkan kembali perekonomian.

Para pengamat juga memuji beberapa langkah pemerintah, seperti pemotongan subsidi bahan bakar. Tapi Indonesia masih harus melakukan reformasi mendasar. Dan ada satu masalah besar: Praktek korupsi yang sudah meluas ke hampir seluruh institusi negara. Bahkan calon Kapolri pun, Jendral Budi Gunawan, sekarang ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korupsi.

Beberapa gebrakan sensitif

Jokowi sudah melaksanakan beberapa langkah sensitif yang sangat penting. Ia memotong subsidi BBM lebih dari 30 persen dan berharap bisa menghemat anggaran negara sampai Rp 100 triliun untuk tahun depan.

Jokowi juga mengangkat beberapa pejabat penting yang akan membantunya membenahi perekonomian, seperti Amien Sunaryadi dan Faisal Basri yang akan mengawasi pengelolaan minyak dan gas. Kedua orang itu dikenal luas sebagai pengamat dan aktivis anti-korupsi.

Keputusan-keputusan penting itu menjadi perhatian para investor yang sejak lama mengamati perkembangan politik di Indonesia. Mereka bersikap menunggu, ketika negara ekonomi terbesar di ASEAN ini sedang menghadapi perkembangan terparah sejak lima tahun terakhir.

"Sinyal-sinyal awalnya menunjukkan bahwa dia membawa filsofi baru dalam pengelolaan pemerintahan di Indonesia," kata Richard Adkerson dalam sebuah konferensi di New York. Perusahaannya, Freeport McMoRan Inc., adalah salah satu investor terbesar di Indonesia dalam bidang pertambangan.

Kepala pemerintahan gaya baru

Jokowi menegaskan tidak akan segan-segan memecat anggota pejabat yang tidak berprestasi. "Dua tahun tidak capai target, langsung pecat… Jadi menteri-menteri ini (harus) bekerja lebih cepat. Banyak lho orang Indonesia mengantre ingin jadi menteri. Mending saya pilih orang-orang profesional saja," kata Jokowi beberapa minggu lalu.

Baru-baru ini, Presiden Jokowi memotong anggaran perjalanan dinas dan rapat pemerintah sampai 30 persen, dan menghemat sekitar Rp 16 triliun. Sebelumnya, ketika menghadiri rangkaian konferensi internasional di Cina, Myanmar dan Australia, dia hanya membawa delegasi kecil.

Presiden yang senang melakukan blusukan ini juga mendesak menteri-menterinya untuk melakukan kunjungan langsung ke daerah-daerah, dan tidak terlalu banyak duduk di kantornya.

Semua langkah ini jauh berbeda dari gaya pemerintahan sebelumnya, yang biasanya melakukan perjalanan dengan delegasi besar.

Tapi apakah gaya kepemimpinan Jokowi cukup untuk mengelola negara dengan 240 juta penduduk ini?

"Tentu bagus untuk melakukan pengawasan sendiri sampai ke daerah-daerah dari waktu ke waktu. Tapi dia juga harus memikirkan strategi besarnya," kata Stuart Dean, Direktur Utama General Electric di Asia Tenggara di sela-sela sebuah konferensi bisnis di Jakarta.

hp/yf (rtr)