1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Bima: Saya Selesaikan Masalah Intoleran Sebelum Jabatan Usai

6 Desember 2017

Setelah adanya kasus GKI Yasmin yang jadi sorotan publik. Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto, berusaha mengembalikan citra Bogor sebagai kota yang ramah untuk seluruh pemeluk agama.

https://p.dw.com/p/2oqnN
Symbolbild Religion Kirche und Moschee
Gambar simbolis masjid dan gereja.Foto: picture-alliance/AP

Bogor pernah menjadi kota yang paling intoleran pada tahun 2015. Setidaknya hasil itulah yang dirilis oleh Setara Institute dalam surveinya saat itu. Adapula kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin yang Izin Mendirikan bangunan (IMB)-nya dicabut oleh Pemerintah Kota Bogor setelah ada tekanan dari kelompok intoleran. Hal tersebut tentu semakin mencoreng citra Kota Bogor.

Saat ini bagaimana strategi Pemerintah Kota Bogor untuk mengembalikan potretnya sebagai kota yang ramah bagi seluruh umat beragama? Walikota Bogor Bima Arya sugiarto berbincang dengan reporter DW, Ayu Purwaningsih mengenai toleransi di kota hujan tersebut.

DW: Masalah toleransi umat beragama sempat menjadi perhatian internasional. Apakah sudah ada tindakan yang diambil pemerintah Bogor?

Bima Arya Sugiarto: Sebenarnya sejarah kota Bogor itu adalah kota yang mengutamakan pluralisme dan keberagaman. Memang ada satu atau dua kasus yang menjadi perhatian publik. Terkait dengan kebebasan beragama, terutama terkait dengan rumah ibadah. Tapi saat ini saya terus berkomunikasi dengan teman-teman tersebut. Kita menawarkan opsi-opsi yang win-win solution. Agar pada prinsipnya pemerintah kota bisa memberi jaminan bahwa agama apa pun bisa beribadah di Kota Bogor. Seperti isu Gereja Yasmin misalnya, saya terus berkomunikasi untuk mencari solusi yang bisa diterima oleh semua pihak. Yang penting adalah proses komunikasinya.

DW: Untuk permasalahan Gereja Yasmin sudah ada perkembangannya?

Bima Arya Sugiarto: Sudah. Kita menawarkan satu opsi kepada teman-teman Gereja Yasmin dan ini sedang dikaji dan dielaborasi oleh teman-teman Gereja Kristen Indonesia (GKI) disana. Dan saya berharap permasalahan ini selesai sebelum masa jabatan saya sebagai walikota selesai.

DW: Berarti semua umat beragama kalau sesuai dengan ketentuannya boleh mendirikan rumah ibadah di Kota Bogor?

Bima Arya Sugiarto: Tidak masalah. Sejauh ketentuannya dipenuhi. Sejauh proses-prosesnya sesuai dengan aturan. Kalau ada keberatan-keberatan dari lain pihak, kita kembalikan lagi ke aturan-aturan tersebut. Kalau aturan menyebutkan tidak ada masalah, berarti semua baik-baik saja.

DW: Mengingat pernah ada insiden intoleransi di Bogor, apakah ada program khusus untuk mengatasi masalah serupa seperti dialog antar umat beragama atau semacam itu?

Bima Arya Sugiarto: Yang penting adalah penekanan pada ruang untuk komunikasi atau ruang untuk dialog. Di Bogor ada badan sosial lintas agama. Juga ada forum komunikasi umat beragama. Dan di Bogor tokoh-tokoh lintas agama sebetulnya berhubungan sangat dekat. Jadi fondasi bogor itu kuat untuk keberagaman. Tetapi memang harus saya akui beberapa kasus tersebut juga memerlukan penyelesaian yang cepat. Jadi saya punya komitmen untuk menyelesaikan permasalahan tersbut sebelum masa jabatan saya selesai.

DW: Langkah apa yang akan diambil ke depan untuk permasalahan Gereja Yasmin?

Bima Arya Sugiarto: Khusus untuk permasalahan Gereja Yasmin tidak bisa saya beberkan di sini. Tapi saya sudah tawarkan solusi. Minggu lalu ada pertemuan dengan pihak Gereja Yasmin. Saya berharap tawaran ini bisa menjadi jalan untuk selesainya permasalahan ini secara total.

yp/rzn