1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

BI Waspadai Perang Mata Uang

9 Juni 2015

Penguatan mata uang Dollar AS diiringi dengan depresiasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Gubernur BI, Agus Martowardojo mewanti-wanti akan adanya perang mata uang yang melibatkan Eropa, Jepang dan Cina.

https://p.dw.com/p/1Fdy9
Symbolbild Währungen Währungskrieg
Foto: imago/Birgit Koch

Mata uang Rupiah sedang limbung dihajar penguatan Dollar Amerika Serikat. Selasa (9/6), Rupiah sempat bertengger di kisaran 13.380 untuk setiap Dollar. Pergerakan Rupiah juga ikut mempengaruhi bursa saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHS) melorot di bawah level 5000.

Analis memperkirakan tren negatif yang berkembang di dalam negeri dan internasional turut mempengaruhi pasar uang. Di satu sisi cadangan devisa Indonesia yang berkurang karena dipakai buat menjaga stabilitas Rupiah semakin membebani kepercayaan investor.

Sementara di sisi lain investor masih menunggu penyesuaian suku bunga acuan Bank Sentral AS yang dilakukan secara berkala. Bank Indonesia memperkirakan pelemahan nilai tukar Rupiah akan mencapai titik terendah akhir Juni, mengingat tingginya permintaan atas Dollar.

Ancaman perang mata uang

Namun begitu Gubernur BI, Agus Martowardojo, meyakini situasinya akan berbalik dalam waktu dekat. "Nanti (nilai tukar -red) akan normal dan secara fundamental membaik, sehingga pada kuartal tiga dan empat rupiah rata-rata Rp12.500," katanya kepada Antara.

Martowardojo sebaliknya mengungkapkan kekhawatiran terjadinya perang mata uang antara negara-negara adidaya ekonomi. "Saya melihat tiga tahun kedepan akan terus ada "currency war", karena kalau seandainya program peningkatan suku bunga di AS berjalan secara berkala, pasti berdampak pada mata uang negara lain yang satu sama lain akan menjaga posisi kompetitif mata uangnya," katanya.

Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Harian bisnis Bloomberg mengabarkan, setiap kali Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan, Jepang, Cina dan Eropa malah melemahkan nilai tukar mata uangnya demi menggenjot ekspor. Hasilnya? harga produk elektronik Jepang di pasar AS turun sebanyak dua persen sejak Oktober silam.

"Melihat ke depan, dengan adanya risiko perang mata uang, Indonesia harus tetap waspada," kata Martowardojo. Menurutnya yang harus dilakukan saat ini adalah "menjaga pondasi" perekonomian dan "defisit anggaran."


rzn/as(rtr,afp,ap,dpa)