1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bertamasya di Paris dengan Taksi

Katja Liersch1 September 2014

Sopir taksi di Paris dianggap tidak ramah. Dulu bahkan normal, jika mereka tolak penumpang, orang tidak boleh duduk di sebelah sopir, atau hanya boleh untuk anjing. Sekarang sudah membaik, tapi masih harus digalakkan.

https://p.dw.com/p/1D4ta
Foto: Brian Jackson/Fotolia.com

Paris adalah salah satu kota tercantik di dunia, dan kecantikannya juga dapat dinikmati dari dalam taksi. Tapi siapapun yang berada di balik kemudi harus sabar. Menyetir di kota metropolitan dengan 2,2 juta penduduk ini tidak mudah.

Nadia Alili sudah 9 tahun jadi sopir taksi di Paris. Ia punya taksi sendiri. Ia menggambarkan pekerjaannya demikian, "Harus penuh kesabaran, kalau tidak tak mungkin tahan lama menjadi sopir taksi di Paris. Terlalu banyak tekanan, penuh stres dan juga kemacetan. Belum lagi penumpang yang selalu ingin mencapai tujuan secepat mungkin."

Misalnya lalu lintas dari Place de la Concorde di ujung timur Champs-Élysées hingga ke Arc de Triomphe. Jalur berlapis di bundaran Place de l'Étoile jadi tantangan besar bagi semua pengemudi mobil.

"Mobil datang dari berbagai arah. Kalau sampai tabrakan, prinsipnya 50-50. Kalaupun menurut peraturan sebenarnya kita yang berhak maju, kedua pengemudi sama-sama dianggap salah. Karena tidak mungkin dapat dengan jelas menentukan siapa yang benar."

Taxis in Paris
Taksi di Paris tidak punya mobil model tertentu.Foto: picture-alliance/dpa

Ongkos taksi mahal

Lebih dari 17.300 sopir taksi mengangkut 200.000 penumpang di Paris setiap hari. 10 kilometer biayanya 13 Euro. Itu standar di Eropa. Namun karena faktor waktu juga dihitung, banyak penumpang yang menilai ongkos taksi di Paris mahal. Ditambah lagi, sopir taksi di Paris punya reputasi yang cukup buruk.

Seorang warga Paris bercerita, "Antara jam 12 dan 2 siang dan setelah setengah enam sore, pasti macet. Pada jam-jam itu, naik taksi pasti mahal. Kalau mau naik taksi di Paris harus tahu jam yang tepat." Seorang lainnya mengatakan, ongkos taksi sangat mahal baginya.

Sementara seorang warga AS berujar, "Sopir taksi di Paris tidak seramah sopir taksi di AS. Mereka tidak bicara dengan penumpang, hanya dengan diri sendiri. Sopir yang hari ini juga begitu. Kami menunjukkan alamat melalui ponsel, ia tidak berkata apa-apa. Tapi kami sampai di tujuan."

Memperbaiki situasi

Nadia Alili tahu bahwa sopir taksi Paris punya citra buruk. "Saya pikir sopir taksi di Paris dulunya kurang berusaha. Baik untuk membangun hubungan dengan penumpang, ataupun menjaga kebersihan mobil dan pakaian yang dikenakan sopir. Namun sejak persaingan semakin ketat, situasinya membaik."

Di Paris tidak ada tipe mobil tertentu untuk taksi. Nadia Alili mengendarai Toyota hitam sebelas jam sehari. Ia perempuan yang sukses di ranah lelaki. Ia bercerita, "Setidaknya dua kali sehari ada yang bilang, baru pertama kali bertemu sopir taksi perempuan. Dalam profesi ini ada laki-laki macho. Sebagai perempuan, kami harus pintar menanggapi mereka. Mereka harus menerima kami, dan bagi penumpang, mereka lebih memilih sopir perempuan."

Bagi sopir taksi yang kerja di bawah tekanan Alili, kebebasan sangat penting. "Saya punya taksi sendiri jadi tidak punya jam kerja. Saya sangat senang bertemu dengan bermacam-macam orang. Warga awam hingga menteri. Saya pernah mengantar bekas pemain tenis dan bintang pop Yannick Noah," tuturnya.

Suka kebebasan

Alamat yang menjadi favorit sopir taksi ini adalah Basilique du Sacré-Cœur dan bukit Montmartre. "Di sini saya tidak merasa dalam kota. Jauh dari kerumunan orang, stres dan macet. Dan gerejanya begitu indah," katanya

Pada malam hari bukan hanya distrik Pigalle yang ramai, dan taksi banyak dicari. Tapi Nadia Alili lebih suka menyetir siang hari. Ia menjelaskan, "Malam hari, penumpangnya tidak sama. Siang hari kebanyakan pebisnis dan turis. Kalau malam, pengunjung klub dan segala macam orang.Orang bisa untung atau sial. Itulah mengapa tak banyak taksi malam hari. Banyak sopir yang takut menyetir malam hari."

Tapi malam hari jalanan lebih kosong, dan bisa melihat Paris yang bermandikan cahaya memukau. Dan menara Eiffel yang berkilau tidak pernah menjemukan bagi sopir taksi sekalipun.