1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berlin Biennale Pamerkan Seni Protes

30 April 2012

Berlin Biannale ke-7 mendorong dunia seni untuk lebih bertanggung jawab secara politik dan lebih progresif secara sosial.

https://p.dw.com/p/14nLR
Berlin Biennale ke-7
Berlin Biennale ke-7Foto: Berlin Biennale

Apa yang dapat menjadi sumbangsih dunia seni di arena politik? Lebih mendasar lagi, apakah seni memiliki fungsi di dunia politik? Dapatkah seni mengubah realitas? Pertanyaan semacam ini menjadi topik yang dipilih Artur Zmijewski, seorang seniman Polandia yang juga kurator Berlin Biennale ke-7. Demi mendekat ke jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut, Zmijewski mengundang sekitar 30 seniman internasional yang memiliki kecondongan ke politik untuk mengeksplorasi topik di Berlin mulai dari 27 April hingga 1 Juli.

'Key of Return' adalah sebuah karya kolektif para pengungsi Palestina di wilayah Betlehem
'Key of Return' adalah sebuah karya kolektif para pengungsi Palestina di wilayah BetlehemFoto: Berlin Biennale

Seniman Polandia, Lukasz Surowiec, mulai mengunjungi sejumlah lokasi di Berlin musim panas lalu untuk menanam pohon muda dari sekitar bekas kamp konsentrasi Auschwitz-Birkenau di taman-taman, halaman sekolah dan tempat-tempat yang memiliki hubungan langsung dengan Holocaust.

Pohon yang dinamai Birke dalam bahasa Jerman, dipinjam namanya oleh kamp Birkenau yang menjadi lokasi tewasnya 1,5 juta orang, kebanyakan Yahudi, antara tahun 1940 hingga 1945.

Proyek lain yang sejenis termasuk sebuah karya seni lanskap '7000 Oaks' oleh Joseph Beuys, yang diperkenalkan tahun 1982 melalui 'documenta 7.' Selama bertahun-tahun, Beuys dibantu puluhan asisten menanam pohon ek di sekitar kota tuan rumah documenta, Kassel, sebagai bentuk intervensi artistik dan lingkungan terhadap lahan urban, juga dimaksudkan untuk memberi pernyataan yang jelas melawan urbanisasi.

Proyek tersebut telah lama menjadi bagian dari kota dan mengubah imej Kassel secara permanen. Warga kota awalnya kurang memahami makna karya seni tersebut, namun lama-lama melebur dengan pohon-pohon yang baru ditanam.

Perubahan wajah seni

Seni bertransformasi dalam beberapa abad terakhir dan mulai kritis setelah Revolusi Perancis. Sebelumnya karya seni cenderung berdasar pada idealisasi dan bermotif Injil atau kehidupan kaum Borjuis. Pasca revolusi, bagian-bagian masyarakat yang tersembunyi mulai menjadi fokus para seniman. Dan mereka menghasilkan gambaran yang belum terlihat sebelumnya.

Gerakan Occupy menjadi peserta undangan Berlin Biennale
Gerakan Occupy menjadi peserta undangan Berlin BiennaleFoto: Berlin Biennale

Seniman Spanyol Francisco de Goya (1746 - 1828) menimbulkan sensasi melalui lukisan-lukisannya yang mendokumentasikan kemiskinan, kesengsaraan dan perang. Pelukis Perancis Gustave Courbet (1819 - 1877) mengejutkan masyarakat Paris dengan gambaran kaum awam bekerja. Rekan senegaranya Honore Daumier (1808 - 1879) bahkan sampai bermasalah dengan hukum, karena caranya membuat karikatur kehidupan Borjuis dan sistem peradilan pada masanya.

Salah satu seniman Jerman pertama yang memvisualisasikan kritik terhadap hubungan kekuasaan adalah Adolf Menzel (1815 - 1915). Lukisannya 'Victims of the March Revolution Lying in State' menunjukkan peti-peti mati para revolusioner Berlin yang ditembak di barikade oleh militer. Seorang seniman berhasil memberikan wajah, perhatian dan dorongan bagi oposisi.

Abad ke-20 dengan segala kesalahan, kekeliruan dan kejahatan yang terjadi, tetap mampu memprovokasi karya artistik baru. Seni menjadi anti-militeris dan anti-kapitalis. Kaum Borjuis dan dekadensi dicaci-maki. Kejahatan fasisme ditentang. Beragam reaksi bermunculan mulai dari kemarahan publik dan penghinaan secara vokal, hingga pemboikotan, pengaduan serta pengusiran para seniman. Terutama sepanjang periode Sosialisme Nasional.

Intervensi baru

Dua dekade usai Perang Dunia II, seni memasuki dimensi baru. Tidak lagi hanya terwujud dalam bentuk lukisan, pahatan, foto dan gambar, namun juga bentuk sementara dan aksi di ruang-ruang publik sebagai bentuk intervensi sosial dan basis melawan senjata, pelanggaran hak asasi manusia, perang dan penghancuran lingkungan. Pada awal abad ke-21, seni jenis ini mengiringi pertemuan G8 di kota resor Jerman, Heiligendamm, di tahun 2007.

Model sebuah parlemen dengan bendera-bendera teroris
Model sebuah parlemen dengan bendera-bendera terorisFoto: Berlin Biennale

Karya Joas Staal 'New World Summit' mewakili forum parlementer alternatif bagi organisasi-organisasi teroris.

Menurut kurator Zmijewski, Berlin Biennale siap membuktikan bahwa seni dapat 'benar-benar efektif, mempengaruhi realitas dan menciptakan ruang yang juga dapat digunakan oleh politik.'

Itulah mengapa ia menghiasi dinding di pintu masuk ruang pameran dengan kutipan-kutipan berwarna merah darah dari buklet Stephane Hessel 'Time for Outrage.' Dan juga mengapa ia mengizinkan gerakan Occupy 'menduduki' ruang pameran utama dengan kantong tidur, sofa dan poster melawan Nazi dan kaum kapitalis.

Biennale tahun ini fokus kepada seni menyangkut kamp pengungsi, kematian akibat obat-obatan terlarang, perdagangan, radikalisasi dan Holocaust.

Seni politik yang provokatif juga berupaya menguji pengunjung yang datang dan pergi. Mereka melihat karya seni, mengeluarkan penilaian-penilaian kritis dan lanjut kepada latte macchiato dan gelak tawa. Pertanyaan apakah realitas dapat diubah semudah itu tetap menjadi misteri.

Silke Bartlick/cp