1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Belum Ada Mobilisasi Militer di Korea Utara

2 April 2013

Hampir setiap hari ada ancaman militer baru dari Korea Utara. Tapi selain retorika perang, pemerintah Amerika Serikat belum melihat ada indikasi mobilisasi militer di negara itu.

https://p.dw.com/p/187xJ
Kim Jong-un presides over a plenary meeting of the Central Committee of the Workers' Party of Korea in Pyongyang March 31, 2013
Kim Jong-unFoto: Reuters

Juru bicara Gedung Putih Jay Carney mengatakan di Washington, belum ada indikasi bahwa Korea Utara benar-benar akan mewujudkan ancaman militernya. ”Sekalipun ada retorika tajam yang kita dengar dari Pyongyang, kami belum melihat ada perubahan besar dalam pengerahan militer seperti mobilisasi dan penempatan tentara.” Ia menegaskan, ancaman dari Korea Utara mengikuti pola lama. Tapi Amerika Serikat menanggapi ancaman tersebut dengan serius.

Amerika Serikat memang menunjukkan kesiapan militernya mengahadapi ancaman Korea Utara. Sebagai aliansi Korea Selatan, AS sudah mengirim dua pesawat pembom mutakhir F-22 yang sulit di deteksi radar. Selain itu, kapal perang USS Fitzgerald yang dilengkapi radar canggih dan peluru kendali juga di kirim ke kawasan konflik.

Korea Utara Selasa (02/04), mengumumkan akan mengaktifkan kembali reaktor nuklir Yongbyon. Kementerian Luar Negeri Cina menyatakan, Cina menyesalkan keputusan Korea Utara. Cina menyerukan semua pihak agar menahan diri. Menurut laporan kantor berita, Kim Jong Un juga mengangkat Park Pong Ju sebagai Perdana Menteri Korea Utara yang baru. Park Pong Ju pernah menjabat perdana menteri tapi dipecat tahun 2007, karena dianggap gagal melakukan reformasi ekonomi.

Korea Selatan Ancam Serangan Balasan

Setelah rangkaian ancaman dari Utara, Korea Selatan Senin (01/04) juga mempertajam retorikanya. Presiden Park Geun-Hye memperingatkan Pyongyang agar tidak melakukan serangan. Ia memerintahkan angkatan bersenjata Korsel agar bereaksi dengan tegas dan cepat ”tanpa mempertimbangkan dampak politik” jika ada provokasi militer Korut.

Ketegangan antara kedua negara Korea meningkat setelah Korut melakukan ujicoba nuklir yang ketiga bulan Februari lalu. Penguasa Korut, Kim Jong Un dalam beberapa hari terakhir mengeluarkan berbagai ancaman terhadap Korea Selatan dan Amerika Serikat.

Kim Jong Un secara resmi menyatakan negaranya berada dalam situasi perang dengan Korea Selatan. Militer Korut disiagakan, hubungan telpon darurat antara Utara dan Selatan diputus. Rejim Korea Utara menerangkan, tidak akan ada negosiasi sehubungan dengan program nuklirnya. Beberapa minggu lalu, Korea Utara juga mengancam akan melakukan serangan nuklir ke Amerika Serikat.

Kerjasama Dengan Iran?

Harian "Washington Post“ memberitakan, para ahli Amerika Serikat khawatir Pyongyang menggunakan uranium yang sudah diperkaya dalam ujicoba nuklir terakhirnya. Jika benar, itu berarti Korea Utara berhasil melakukan pengayaan uranium. Para ahli menduga, Korea Utara melakukan kerjasama dengan Iran untuk proses pengayaan uranium. Namun semua itu hanya dugaan, tidak ada bukti untuk kerjasama tersebut.

Pengamat politik menilai, kecil kemungkinan Korea Utara benar-benar akan melakukan serangan sepihak. Dengan retorika perang, rejim Korut hanya ingin memperbaiki posisi tawarnya dan berharap ada penyaluran bantuan bagi negarannya. Kondisi rakyat miskin di Korea Utara makin mengenaskan. Menurut laporan PBB, satu dari empat anak Korea Utara menderita kurang gizi.

Pimpinan Korut Kim Jong Un menyebut senjata atom sebagai jaminan kedaulatan dan kemakmuran negaranya. Reaktor nuklir Yongbyon akan diaktifkan lagi untuk ”memperkuat persenjataan atom secara kualitatif dan kuantitatif”. Selain itu disebutkan, reaktor Yongbyon dibutuhkan untuk mengantisipasi kelangkaan energi dan pemadaman listrik.

HP/DK (rtr, afp, dpa)