1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

021211 Bank für Muslime Mannheim

12 Desember 2011

Konsultan memperkirakan, 15% dari 4 juta warga Muslim di Jerman tertarik untuk menyimpan uangnya di bank syariah. Potensi pasar diyakini juga ada di kalangan non-Muslim.

https://p.dw.com/p/13RHY
Logo Bank Kuveyt Türk

Bunga dilarang, spekulasi ditabukan. Bank Kuveyt Türk di kota Mannheim merupakan bank pertama di Jerman yang berdasarkan pada hukum Islam. Kuveyt Türk tidak beroperasi dengan mengandalkan pada bunga uang, melainkan lewat keterlibatan dalam pendanaan perusahaan yang menjadi klien.

Jika perusahaan itu mengalami keuntungan atau kerugian, bank ikut terlibat. Tetapi tak ada peluang bagi sektor tertentu, kata Direktur Bank Ugurlu Soylu. "Sebagai bank dengan model yang khusus ini, kami tidak boleh terlibat dalam bisnis yang berhubungan dengan alkohol, hewan babi, pornografi atau industri senjata. Termasuk semua bisnis yang dapat merusak kesejahteraan umum."

Perbedaan dengan Bank Lain

Kriteria lebih lanjut yang membedakan bank syariah dan bank konvensional adalah hubungan dengan ekonomi riil. Pada bank syariah, investor harus menanamkan modal ke dalam perusahaan atau produk yang riil. Setiap aliran pendanaan harus terhubung dengan produk riil. "Hal itu penting artinya dalam ekonomi makro, konsekuensi bahwa sektor kredit tumbuh sejalan dengan sektor riil dan tidak ada gelembung kredit yang bisa muncul," dikatakan Ugurlu Soylu.

Akan tetapi, tawaran investasi pada bank syariah pertama di Jerman terbatas. Investor yang tertarik dapat memberikan dana lewat Bank Kuveyt Türk di Mannheim, yang kemudian mengirimkan ke pusatnya di Istanbul yang lantas mengalirkan ke perusahaan-perusahaan di Turki. Dengan begitu tertutup kemungkinan berinvestasi di Jerman. Pasalnya, bank syariah di Mannheim sementara ini masih memiliki ijin terbatas.

Masalah Bank Syariah

Bagi nasabah yang membutuhkan kredit, Bank Kuveyt Türk di Mannheim menawarkan dua kemungkinan. Bank membiayai proyek kongkrit, supermarket misalnya, lewat keterlibatan dalam pembiayaan. Itu berarti, ikut menikmati keuntungan dan juga menanggung kerugian.

Atau, dalam kasus kredit properti, Bank membeli obyek tertentu yang kemudian dijual kembali kepada nasabah setelah mengambil keuntungan dengan menaikkan harga. Nasabah dapat melunasi harga itu dengan cara mencicil. Begitu teorinya. Namun dalam prakteknya ada beberapa kesulitan mendasar.

"Masalahnya, jika orang memilih kredit syariah, untuk dua kali jual-beli, maka ia harus dua kali membayar pajak jual beli tanah dan bangunan. Ini menjadi kredit yang mahal dan sulit dilakukan dalam situasi sekarang," dikatakan Leila Momen, konsultan pajak di Ernst & Young.

Apalagi pajak pembelian tanah dan bangunan baru saja dinaikkan menjadi 5%. Kenaikan harga berikutnya muncul sebagai akibat dari fakta bahwa penambahan harga dari pihak bank berarti membuat nasabah harus membayar pajak pertambahan nilai.

Menjadi Alternatif?

Kebalikan dari Inggris atau Perancis, persyaratan dasar bagi pendirian bank syariah belum ada di Jerman. Meski demikian, pihak dinas pemerintah untuk pengawasan layanan finansial BaFin, sungguh-sungguh mengharapkan perkembangan sebuah institusi perbankan yang layak.

Johannes Engels, konsultan pada BaFin mengatakan, "BaFin menyibukkan diri dengan perbankan Islami atau keseluruhan layanan finansial yang berdasarkan pada syariah. Mei mendatang kami akan melakukan konferensi tentang itu di Frankfurt. Tema ini sangat penting bagi kami, terutama karena di dalamnya dapat terkandung potensi jawaban tertentu bagi krisis keuangan."

Karena sistem keuangan saat ini, yang membawa dunia ke tepi jurang, mendesak sampai ke batasnya, setidaknya sejak awal krisis tahun 2008. Fakta bahwa bisnis uang yang lepas dari ekonomi riil dapat menggoyahkan keseluruhan sistem, juga membuat non-Muslim berpikir masak-masak. Kaum muda yang kritis terhadap kapitalisme, juga pensiunan, tertarik untuk membuka rekening di Kuveyt Türk, kata Direktur Bank Urgulu Soylu. Bertolak dari situ, ia berharap di masa depan juga akan melayani lebih banyak nasabah non Muslim.

Ulrike Hummel/Renata Permdadi                                                                                       Editor: Hendra Pasuhuk