1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Nasib Perubahan Iklim Pasca KTT Kopenhagen?

29 Januari 2010

Beberapa waktu lalu terdapat pengakuan kesalahan dalam Laporan Dewan Iklim PBB IPCC tentang data iklim dunia. Ini semakin meningkatkan keraguan terhadap data mengenai iklim dan peran kunci PBB dalam tema iklim.

https://p.dw.com/p/Lj4J
Adil NajamFoto: DW

Setelah pertemuan puncak iklim di Kopenhagen kekecewaan dan kecemasan tentang masa depan iklim global semakin besar. Profesor Adil Najam dari Universitas Boston, Amerika Serikat, adalah salah satu penulis penting tema iklim pada IPCC. Tahun 2007 bersama dengan Al Gore, pria kelahiran Pakistan ini mendapat hadiah Nobel Perdamaian bagi laporan iklimnya.

Sebagai seseorang yang lahir di Pakistan, Adil Najam gembira karena kabar mengerikan tentang melelehnya gletsyer Himalaya secara cepat, terbukti salah. Bagi Adil Najam tidak perlu diragukan adanya perubahan iklim bumi dan manusia dengan pelepasan emisi CO 2-nya memiliki tanggung jawab besar akan hal itu. Tapi kenyataan bahwa diskusi-diskusi ilmiah menjadi tema sorotan tama, menurutnya terlalu membelokkan dari pelaksanaan tindakan politik yang penting. Para tokoh politik yang terlalu sering menyembunyikan diri di balik para ilmuwan, membuat cemas pakar yang juga anggota Komite PBB untuk politik pembangunan.

Ia juga kecewa akan hasil pertemuan puncak iklim di Kopenhagen Desember lalu. Bagi Adil Najam kabar buruknya adalah bahwa sasaran penurunan emisi yang diinginkan tidak terpenuhi, perjanjian yang diharapkan tidak diperoleh. Bahkan isyarat kuat politik yang mengikat pun tidak muncul, baik dari negara-negara industri maupun dari negara-negara berkembang.

Namun yang dipandang lebih berbahaya oleh pakar iklim tersebut adalah diskusi mengenai peran Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai forum untuk perundingan iklim yang akan digelar tahun 2010 ini di Bonn dan Mexico. "Sejumlah pihak kehilangan kepercayaannya terhadap proses PBB, jadi terhadap partisipasi semua negara dalam suatu perjanjian yang mengikat secara global."

Tapi Najam tetap yakin pada peran kunci PBB. Walaupun hasil yang mengecewakan dari konferensi iklim di ibukota Denmark Kopenhagen, ia juga melihat adanya kemajuan. Di Kopenhagen, untuk pertama kalinya negara-negara menyadari bahwa perubahan iklim akan menimbulkan dampak yang mengerikan.

Meninggalkan diskusi berkepanjangan tentang sasaran penurunan emisi menuju politik yang lebih aktif di bidang pembangunan berkesinambungan dengan upaya-upaya adaptasi. Itulah langkah menuju ke masa depan bagi Najam. Untuk itu, batas-batas antara politik lingkungan, politik iklim, politik pembangunan dan ekonomi harus lebih lancar.

Lebih lanjut Profesor Adil Najam mengatakan, jika ingin menyelesaikan masalah dan suatu pembangunan yang berkesinambungan hal itu tidak hanya menyangkut politik bantuan pembangunan, melainkan meliputi keseluruhan aspek ekonomi. Program pembangunan PBB, UNDP harus mulai berpikir seperti sebuah organisasi iklim, demikian halnya dengan Bank Dunia. Artinya iklim akan menjadi hal yang ditangani dalam lingkup yang lebih besar, dibanding bila hal itu ditangani oleh masing-masing organisasi iklim dan lingkungan.

Irene Quaile/Dyan Kostermans

Editor: Asril Ridwan