1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Dunia DigitalGlobal

Bagaimana Jika Video Perang di Media Sosial Memicu Trauma?

Jochen Spangenberg
10 Maret 2022

Selama perang, trauma tidak lagi terbatas pada medan perang. Konten kekerasan dan menyedihkan di media sosial dapat meninggalkan kesan tidak nyaman. Berikut adalah bagaimana kita bisa mempersiapkan diri.

https://p.dw.com/p/48DHn
Konten kekerasan dan menyedihkan terkait perang
Seorang imigran Ukraina di California menunjukkan foto bibinya yang sedang berjongkok di ruang bawah tanah di Kyiv, Ukraina, di tengah invasi RusiaFoto: Jae C. Hong/AP/picture alliance

Video yang menunjukkan ledakan besar di gedung administrasi di tepi Lapangan Svobody di kota Kharkiv, Ukraina timur, bisa ditonton tanpa filter di seluruh dunia. Video ledakan, yang disebabkan oleh serangan rudal, dibagikan secara luas di jejaring sosial. Empat hari kemudian, video seperti itu telah dilihat beberapa juta kali.

Perang di Ukraina juga merupakan perang digital. Pergerakan dan laporan wartawan di lapangan terbatas, dan akses ke sebagian besar wilayah dibatasi atau tidak mungkin dimasuki. Oleh karena itu, banyak informasi dari Ukraina disebut sebagai konten buatan pengguna atau konten dari saksi mata.

Sebagian besar yang diposting adalah rekaman mentah, sehingga standar editorial tidak berlaku. Akibatnya, banyak materi mengerikan muncul di layar pengguna media sosial di seluruh dunia.

Apa artinya ini bagi orang yang mengonsumsi konten dari perang di Ukraina secara online? Bagaimana potensi cedera psikologis dapat dihindari atau setidaknya dibatasi? Bagaimana pengguna tetap mendapat informasi di satu sisi, tapi mereka tetap bisa melindungi kesehatan mental mereka di sisi lain? 

Pengungsi Ukraina
Pengungsi Ukraina yang melarikan diri ke Polandia membagikan video-video pengalaman merekaFoto: Ceng Shou Yi/NurPhoto/picture alliance

Trauma sekunder

Trauma sekunder mengacu pada tekanan atau efek emosional negatif yang dihasilkan dari paparan tangan kedua. Dengan kata lain: trauma sekunder dapat terjadi ketika seseorang mendengar tentang pengalaman trauma langsung dari orang lain, atau terkena materi yang mengerikan atau menyedihkan melalui gambar atau video.

Secara khusus, paparan berulang terhadap konten yang mengganggu membawa risiko konsekuensi negatif terkait kesehatan mental. Jika memungkinkan, ini harus dihindari.

Mempelajari efek psikologis dari paparan konten digital yang menyedihkan di media sosial adalah bidang penelitian yang relatif baru. Hal yang sama berlaku untuk studi penanggulangan yang efektif.

"Selalu bersiaplah, hindari kejutan, dan bersiaplah untuk melihat materi yang menyedihkan kapan pun saat berpindah daring," kata Sam Dubberley, Direktur Pelaksana Lab Investigasi Digital di Human Rights Watch, dan rekan penulis laporan media saksi mata dan perwakilan trauma.

Saat penelitian, Dubberley berfokus pada trauma sekunder atau trauma pengganti dalam konteks jurnalistik dan hak asasi manusia, beberapa temuannya juga dapat menjadi saran bagi pengguna media sosial biasa yang melihat konten dari perang di Ukraina.

Dubberly menekankan: "Jujurlah pada diri sendiri. Jika kamu melihat sesuatu yang menyedihkan yang memengaruhimu, akui itu. Jangan menyembunyikannya atau berpura-pura itu tidak memengaruhimu jika itu memang terjadi." 

Setiap orang berbeda

Penting untuk ditekankan bahwa setiap orang berbeda dan reaksi orang akan bervariasi terhadap kejadian atau paparan yang sama atau serupa. Lebih jauh lagi, reaksi juga tergantung pada kerangka berpikir yang berlaku pada saat pemaparan.

Seseorang yang sudah bersiap untuk melawan materi yang berpotensi mengganggu dapat berjaga-jaga terlebih dahulu untuk mempersiapkan diri sesuai dengan apa yang mungkin muncul di layar.

Selanjutnya, setiap individu memiliki pemicu yang berbeda. Bagi sebagian orang, pemicunya adalah melihat luka fisik yang eksplisit, sementara bagi yang lain, pemicunya adalah ekspresi sedih atau putus asa dari seorang anak.

Mempertimbangkan situasi pribadi seseorang juga penting. Memiliki koneksi pribadi terhadap suatu hal juga berperan. Tidak ada teknik atau pedoman universal tertentu yang berlaku untuk semua orang. Namun demikian, sejumlah tindakan dan kegiatan dapat membantu membatasi konsekuensi negatif. 

Protes terhadap perang
Orang-orang di seluruh dunia, termasuk di Krakow, Polandia, telah memprotes perangFoto: Filip Radwanski/zumaperss/picture alliance

Membatasi dampak negatif pada kesehatan mental

Bersiap untuk kemungkinan menemukan materi yang mengganggu atau menyusahkan adalah strategi penting. Selama perang, foto atau video yang mengerikan dapat ditampilkan di layar kapan saja.

Kekuatan efek suara tidak boleh diremehkan dan pengguna media sosial disarankan untuk mematikan audio di feed berita mereka.

Penelitian telah menunjukkan bahwa suara, katakanlah, seseorang yang terluka parah atau dilukai, akan memengaruhi orang lebih kuat daripada materi visual. Ada banyak video yang sangat mengganggu yang beredar secara online, menunjukkan orang-orang yang menjadi korban serangan dan penyerangan, dan mendengar rasa sakit dan penderitaan mereka dapat menganggu pikiran orang lain untuk waktu yang lama.

Jika menonton video dari situasi perang, pengguna media sosial harus mengurangi ukuran video dan menonaktifkan layar putar otomatis. Berpaling dari layar juga bisa menjadi pilihan. Istirahat secara teratur dari melihat ponsel dan komputer disarankan untuk mencegah pengguna terkena aliran rekaman perang yang konstan hampir setiap jam. 

Jika keadaan menjadi sangat buruk: cari bantuan

Mereka yang terpengaruh, baik secara mental atau emosional, didesak untuk mewaspadai "tanda-tanda yang tidak biasa" (seperti masalah tidur, sering mimpi buruk, konsumsi alkohol, atau obat-obatan yang berlebihan) dan untuk berbicara dengan orang lain tentang perasaan mereka. Ini bisa berupa keluarga, teman, atau kolega.

Jika masalah ini berlanjut untuk waktu yang lebih lama, sebaiknya cari bantuan profesional, jika kamu belum melakukannya.

Perang menghasilkan kesulitan besar dan trauma, tidak hanya bagi warga Ukraina yang terkena dampak langsung. Meskipun penting untuk tetap mendapat informasi, pengguna media sosial harus tetap waspada terhadap kemungkinan risiko yang mungkin timbul dari paparan materi digital yang mengganggu, di mana pun ditemui. (pkp/ha)