1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Australia Sambut Penangkapan Kapten Bram

26 September 2016

Abraham Louhenapessy yang dikenal dengan julukan Kapten Bram adalah orang yang paling diburu dalam kasus penyelundupan manusia di perairan Indonesia-Australia. Dia ditangkap di Jakarta minggu lalu.

https://p.dw.com/p/2QaXH
Australien Peter Dutton Minister für Einwanderung
Foto: picture-alliance/dpa/M.A. Pushpa Kumara
Australien Peter Dutton Minister für Einwanderung
Foto: picture-alliance/dpa/M.A. Pushpa Kumara

Pemerintah Australia menyambut penangkapan Abraham Louhenapessy alias Kapten Bram oleh kepolisian Indonesia hari Kamis (22/09) lalu di Jakarta. Dia diduga menjadi salah satu tokoh utama sindikat penyelundupan manusia ke Australia dan Selandia Baru.

"Kami tahu bahwa Kapten Bram adalah pemain kunci dalam jaringan penyelundupan manusia di Indonesia, dan kami mengucapkan selamat kepala polisi nasional Indonesia atas tekad mereka menghentikan kejahatan ini yang mempertaruhkan nyawa orang-orang lain!, kata Peter Dutton, Menteri Imigrasi Australia dalam sebuah pernyataan yang dirilis hari Sabtu (24/09).

Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan mengatakan, Kapten Bram bisa diancam hukuman penjara sampai 10 tahun. Polisi menerangkan, Kapten Bram akan dibawa ke Pulau Rote,  Nusa Tenggara Timur untuk diadili.

Papua-Neuguinea Flüchtlinge im Internierungslager auf der Insel Manus
Penampungan pengungsi yang didanai Australia di Pulau Manus, Papua New Guinea, Maret 2014Foto: picture-alliance/dpa/EPA/E. Blackwell

Abraham Louhenapessy memang sudah dikenal lama sebagai "orang kuat" di belakang sindikat penyelundup manusia. Dia selama bertahun-tahun disebut sudah menyelundupkan sekitar 1500 pencari suaka ilegal ke Australia.

Dalam kasus aktual, Abraham Louhenapessy dituduh pada Mei 2015 mencoba mengirim 65 pencari suaka yang sebagiansebagian besar berasal dari Sri Lanka ke Selandia Baru dari Tegal, Jawa Tengah.  Setiap pencari suaka diminta membayar 4000 sampai 8000 dolar AS.

Tapi ketika mencapai perbatasan perairan Australia, kapal itu dicegat marinir Australia dan dikirim kembali ke ke perairan Indonesia,” kata Sulistiyono. Akhirnya kapal itu terdampar di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.

Kasus kapal pengungsi ini sempat memicu ketegangan diplomatik antara Indonesia dan Australia, setelah kapten dan kru kapal mengklaim bahwa mereka dibayar sampai 30.000 dolar agar membawa para pencari suaka kembali ke Indonesia. Australia menolak dan membantah tuduhan itu.

Untuk menghentikan arus pengungsi dan pemohon suaka, Australia sejak 2013 memberlakukan aturan ketat. Marinir Australia mencegat kapal-kapal pengungsi di tengah lalut dan emmaksa mereka berbalik. Pemerintah Australia juga mendanai pembangunan kamp-kamp penampung pengungsi di luar wiayahnya, antara lain di Papua New Guinea dan Nauru.

PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia sejak lama menyerukan penutupan kamp-kamp penampungan pengungsi itu, karena seringnya kasus kerusuhan, kematian, menyakiti diri oleh tahanan dan laporan pelecehan seksual.

hp/ap (rtr)