1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Asmara Nababan, Tokoh Yang Berani Ungkapkan Kebenaran

28 Oktober 2010

Pegiat HAM Asmara Nababan meninggal dunia di RS Fuda, Guangzhou, Cina, akibat kanker paru-paru. Semasa sakit, mantan sekretaris jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ini tetap giat menegakan HAM lewat aktivitasnya.

https://p.dw.com/p/Pr63
Keadilan atas kasus kematian Munir salah satu yang Asmara Nababan perjuangkanFoto: AP

Indonesia kembali kehilangan putra terbaiknya. mantan sekretaris jenderal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, yang dikenal berdedikasi tinggi dalam penegakan HAM, Asmara Nababan, wafat di usianya yang ke- 64 tahun. Sarjana hukum kelahiran Siborong-Borong, Tapanuli Utara, Sumatera Utara, 2 September 1946 ini namanya mengemuka sejak terjun sebagai aktivis hak asasi manusia Indonesia. Ia aktif di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSHAM).

Kerabatnya mengenal Asmara Nababan sebagai seorang sosok yang berani mengungkap kebenaran. Dedikasinya untuk penegakan hak asasi manusia juga dibuktikan ketika bergabung dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Ketua DPP PAN Bara Hasibuan, yang ayahnya merupakan kolega Asmara di Komnas HAM, menceritakan, sosok almarhum yang sebetulnya merupakan seorang aktivis HAM, namun setuju untuk masuk ke dalam sistem dengan bergabung di Komnas tahun 1993. Padahal pada saat itu banyak aktivis HAM yang menolak karena Komnas dianggap sebagai perpanjangan tangan pemerintah. Namun Asmara tetap masuk dan berusaha berjuang dari dalam membangun independensi lembaga tersebut.

Pada periode kepengurusan berikutnya tahun 1998, Asmara menjabat sebagai sekretaris jendral. Periode di bawah kepemimpinan Asmara tersebut menurut Bara Hasibuan merupakan masa paling produktif berdasarkan jumlah investigasi yang dilakukan. Masa yang penuh tantangan baik dari luar maupun dalam institusi sendiri:

"Sejak masa 1998, Koomnas HAM menjadi aktif untuk melibatkan orang-orang luar. LSM untuk terlibat dalam berbagai investigasi seperti KPP Timor-Timor, melibatkan Todung Mulya Lubis dan Munir. Semanggi 1 dan 2, melibatkan Hendardi dan Usman Hamid. Meski ada ketegangan dalam tubuh insitusi. Ada kelompok yang tak setuju dengan kedekatan dengan LSM, begitu pula sebaliknya,“ dikatakan Bara Hasibuan..

Enam tahun kemudian ketika aktivis HAM Munir meninggal dunia di pesawat menuju ke Belanda, Asmara Nababan tak tinggal diam. Dia terus memperjuangkan keadilan atas kematian sahabat dekatnya tersebut.

Kepergian Nababan meninggalkan duka mendalam terutama bagi keluarga, kerabat dan mereka yang aktif memperjuangkan HAM. Al Araf dari LSM Imparsial mengungkapkan, "Dalam perjuangan HAM di Indonesia, komitmen dan konsistensinya memperjuangkan HAM patut dicontoh. Hanya sedikit orang yang konsisten memperjuangkan HAM di ranah yang benar seperti Asmara, hingga hari tuanya. Para aktivis HAM kehilangan yang mendalam mengingat tokoh-tokoh HAM memerlukan panutan seperti Asmara.“

Meski sakit, Asmara Nababan tetap beraktivitas memimpin Demos, yakni Pusat Riset Demokrasi yang didirikannya bersama sejumlah pejuang HAM dan demokrasi lainnya, seperti almarhum Munir, almarhum Th Sumartana dan Nasikun. Kini ia meninggalkan kita semua, namun semangat juangnya meninggalkan motivasi berharga bagi generasi muda untuk mengikuti jejaknya dalam memperjuangkan HAM.

Ayu Purwaningsih

Editor: Hendra Pasuhuk