1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Hanya Miliki Bukti Lemah Akan Keterlibatan Iran

13 Oktober 2011

Rencana gagal untuk membunuh duta besar Arab Saudi di Washington kemungkinan hanya dipimpin oleh oknum tertentu pemerintahan Teheran. Menurut para pakar, rencananya terlalu amatiran untuk diotaki oleh pimpinan Iran.

https://p.dw.com/p/12rGp
Foto: picture-alliance/dpa

Rasool Nafisi, pakar yang mempelajari Garda Revolusi Iran, mengatakan, jika meninjau dari pembunuhan di masa lalu, operasi seperti ini biasanya dilakukan secara berkelompok. Nafisi merujuk pada kasus pembunuhan pemimpin oposisi Iran Kurdi Sadegh Sharafkandi di Berlin, Jerman, tahun 1992. Pemerintah Iran sendiri telah berulang kali membantah tuduhan tersebut.

Duta besar Iran bagi PBB Mohammed Khazee menegaskan, "Saya terkejut mendengar kebohongan besar ini. Menuduh Iran berencana membunuh duta besar dari negara tetangga Islam di Washington, meracuni atmosfir yang diwujudkan oleh beberapa politisi yang sangat berpengalaman dalam mengarang ancaman keamanan, meneror publik."

Pemerintah Amerika Serikat telah menyebut dua tersangka dalam kasus tersebut. Satu diantaranya dikatakan adalah anggota kesatuan operasi khusus Al Quds yang berada di Iran. Al Quds adalah pasukan elit dan rahasia Iran. Pasukan itu diduga berperan dalam mempersenjatai dan melatih gerilyawan Hizbullah, pejuang Islam di Bosnia dan Afghanistan, serta tentara muslim di Sudan. Anggotanya tentara terbaik dari Garda Revolusi. Pasukan yang dibentuk di tahun 80-an itu bertugas untuk operasi-operasi di luar negeri.

Walaupun para pengamat mengatakan kali ini tidak ada bukti nyata akan keterlibatan pejabat senior Teheran, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bertahan, bahwa rencana pembunuhan didalangi oleh 'elemen pemerintahan Iran'. "Rencana ini, untungnya dihentikan oleh pekerjaan luar biasa dari penegak hukum dan badan intelijen. Ini adalah pelanggaran hukum internasional dan Amerika Serikat dan pemerintah Iran menunjukkan eskalasi berbahaya penggunaan kekerasan politik dan pemberian dukungan bagi terorisme," dikatakan Hillary Clinton.

Kasus ini semakin membebani hubungan yang sebelumnya sudah rumit antara Amerika Serikat, Arab Saudi dan Iran. Iran telah mengajukan keberatan resmi kepada PBB atas sikap Amerika Serikat. Perancis dan Inggris setuju untuk mendukung tuntutan Amerika Serikat agar ada aksi lebih lanjut dari PBB. Rusia dan Cina bersikap lebih pasif. Duta besar Rusia bagi PBB Vitaly Churkin menyebut kasus tersebut sebagai 'aneh', sementara Cina belum memberikan komentar.

Pengamat politik Saeed Laylaz di Teheran, Iran, yakin apapun hasil dari penyidikan kasus ini, sulit untuk memulihkan hubungan antara negara yang terlibat. "Saya bisa bayangkan insiden ini berpotensi untuk melandasi kampanye propaganda terhadap republik Islam Iran di podium internasional. Kita pasti akan menyaksikan ketegangan antara Teheran dan Washington."

rtr/afp/Vidi Legowo-Zipperer Editor: Hendra Pasuhuk