1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS Akan Persenjatai Libya

17 Mei 2016

Amerika Serikat dan PBB akhirnya setuju mempersenjatai pemerintahan resmi Libya. Kendati berisiko, langkah tersebut diperlukan untuk meredam ancaman kelompok teror Islamic State atau ISIS

https://p.dw.com/p/1IovR
Libyen Brigade Salah Bogheib
Foto: Getty Images/A.Doma

Amerika Serikat tidak punya pilihan selain mengambil risiko dengan mempersenjatai pemerintahan resmi Libya yang diakui Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Langkah ini menyimpan bahaya, karena senjata tersebut bisa jatuh ke tangan yang salah

Namun pertaruhan itu diperlukan menyusul ancaman kelompok militan dan Islamic State yang belakangan semakin menguat. Untuk itu AS, empat anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan 15 negara lain sepakat menangguhkan embargo militer terhadap Libya.

Dalam pernyataan bersama, Dewan Keamanan PBB mengklaim embargo senjata tetap akan berlaku, tapi "siap membantu Libya untuk melatih dan mempersenjatai" pasukan pemerintah. Dukungan senjata diharapkan bisa memperkuat pemerintah pusat untuk merebut aset negara yang dikuasai kelompok militan, seperti Bank Sentral dan perusahaan minyak nasional.

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, mengakui rencana PBB tersebut menyimpan risiko besar. "Tapi (Libya) memiliki pemerintahan resmi. Dan pemerintahan itu sedang berperang melawan kelompok teror. Pemerintah legitim tidak seharusnya menjadi korban embargo," tuturnya.

Infografik Libyens rivalisierende Regierungsgruppen
Peta kekuasaan berbagai fraksi bersenjata di Libya, termasuk pemerintah resmi

Perdana Menteri Libya, Fayez al-Sarraj mengatakan pihaknya akan segera menyusun daftar senjata untuk disetujui Dewan Keamanan PBB. "Kami menghadapi tantangan besar," tuturnya. "Kami menghimbau dunia internasional untuk membantu kami."

Libya terjerembab dalam kekacauan sejak kematian bekas diktatur Muammar Qaddafi lima tahun silam. Kini negeri kaya minyak itu menjadi medan pertempuran antara berbagai fraksi bersenjata, termasuk kelompok teror Islamic State.

Eropa yang cuma dipisahkan oleh Laut Tengah termasuk yang paling khawatir terhadap kebangkitan kelompok militan Islam di Libya. "Pertanyaannya adalah apakah Libya akan tetap menajdi surga buat terorisme dan perdagangan manusia atau kita mampu memperbaiki situasi bersama pemerintah," tukas Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier.

rzn/hp (ap,dpa)