1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Angkatan Laut Turki Akan Kawal Kapal Bantuannya ke Gaza

9 September 2011

Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan tingkatkan tekanannya dalam konflik Israel-Turki dengan menyatakan, ke depan kapal perang Turki akan mengawal armada bantuan bagi Jalur Gaza.

https://p.dw.com/p/12W3z
Symbolbild Krise Türkei Israel. DW-Grafik: Per Sander 2010_06_01_krise_türkei_israel.psd
Gambar bendera Turki-Israel sebagai simbol konflik kedua negaraFoto: DW

Untuk mencegah agar kejadian tahun lalu tidak terulang kembali, yaitu serangan Israel terhadap armada kapal bantuan Turki bagi Jalur Gaza yang menewaskan sembilan orang, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan, ke depan armada bantuan Turki akan dikawal oleh kapal perang negeri itu untuk menembus blokade Israel di Jalur Gaza.

Komentar Erdogan itu ditayangkan stasiun televisi Al Jazeraa hari Kamis (8/9). Sebelumnya Turki telah mengumumkan akan meningkatkan patroli armada angkatan lautnya di sebelah timur Laut Tengah. Ini merupakan reaksi terhadap penolakan Israel untuk meminta maaf kepada Turki atas serangan tahun lalu.

"Saat ini tidak ada keraguan bahwa tugas utama kapal-kapal militer Turki adalah untuk melindungi kapal-kapal Turki". Demikian menurut Al-Jazeraa yang mengutip kantor berita Turki Anatolia. "Kami akan memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan ini tidak akan lagi merupakan sasaran serangan seperti yang terjadi pada kapal Mavi Marmara."

Turkish Prime Minister Recep Tayyip Erdogan addresses his lawmakers at the parliament in Ankara, Turkey, Tuesday, June 1, 2010, a day after Israeli naval commandos stormed a flotilla of ships carrying aid and hundreds of pro-Palestinian activists to the blockaded Gaza Strip on Monday, killing nine passengers in a botched raid that provoked international outrage and a diplomatic crisis. Erdogan accused Israel of using state terrorism.(AP Photo/Burhan Ozbilici)
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip ErdoganFoto: AP

Israel tuding Turki, juga tidak pedulikan hukum internasional

Delapan warga Turki dan seorang Turki-Amerika tewas dalam serangan Israel terhadap kapal Turki, Mavi Marmara yang termasuk dalam armada internasional yang mencoba menembus blokade yang diterapkan Israel tahun 2007. Blokade itu diberlakukan untuk mencegah kelompok militan menyelundupkan senjata ke Gaza.

Dan Meridor, seorang menteri di kabinet Israel yang bertanggung jawab bagi dinas intelijen mengatakan hari Jumat (9/9) bahwa ancaman Erdogan tersebut merupakan sangat "berat dan serius". Ia mengatakan, "Turki menyatakan bahwa Israel tidak mengindahkan hukum internasional, tetapi kini Turki sendiri juga tidak mengindahkan hukum internasional." Kepada pemancar radio militer Meridor selanjutnya mengutarakan, tidaklah tepat untuk melakukan pertikaian verbal dengan Erdogan saat ini dan beranggapan bahwa diam adalah jawaban yang paling baik. Saya pikir setiap orang yang mendengarkan dapat membuat opini mengenai hal ini, tambahnya.

Sebuah laporan PBB mengenai serangan Israel tahun lalu yang dirilis pekan lalu, menyatakan bahwa aktivis menggunakan kekerasan dalam kapal Mavi Marmara untuk menyerang komando angkatan laut,  dan menyebut blokade Gaza sebagai legitim. Tetapi laporan itu juga menuding Israel telah menggunakan kekerasan yang berlebihan terhadap aktivis.

Friends and family members of Turkish activists who were deported by Israel two days after a deadly naval raid by Israeli forces in the Mediterranean Sea, wait at Ataturk Airport in Istanbul, Turkey, early Thursday, June 3, 2010. Hundreds of the activists deported from Israel following a bloody raid by Israeli commandos on a pro-Palestinian flotilla returned to a hero's welcome in Turkey early Thursday. (AP Photo/Ibrahim Usta)
Turki sambut aktivis GazaFoto: AP


Tidak akan pernah akui keabsahan blokade Israel di Jalur Gaza

Turki menolak laporan PBB itu dan mengatakan tidak akan pernah mengakui keabsahan blokade dan menuntut dari Israel permohonan maaf serta ganti rugi atas kematian sebagai prasyarat bagi normalisasi hubungan kedua negara. Hubungan Turki-Israel sebelumnya dilihat sebagai tonggak stabilitas regional.

Pekan lalu Turki menerapkan serangkaian sanksi terhadap Israel, negara yang sebelumnya merupakan mitra dagang militer yang sangat penting. Duta besar dan diplomat senior Israel juga diusir dari Ankara serta kesepakatan militer dibekukan untuk sementara. Turki juga menegaskan dukungannya terhadap permohonan Palestina di PBB untuk diakui kedaulatannya.

Israel telah mengungkapkan penyesalan atas tewasnya aktivis di kapal Marmara tetapi menolak permintaan maaf dengan mengatakan, militer Israel bertindak untuk membela diri. Israel juga mengatakan, kini tiba waktunya bagi kedua negara untuk memperbaiki hubungannya yang sebelumnya cukup erat.

Christa Saloh/dpa/afpe/rtre

Editor: Hendra Pasuhuk