1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Amerika Serikat Peringatkan Cina

Michael Knigge2 Maret 2013

Serangan besar-besaran terhadap jaringan komputer di Amerika Serikat diduga dilakukan oleh peretas dari Cina. Pemerintah Amerika sekarang mengeluarkan peringatan secara terbuka.

https://p.dw.com/p/17otb
Symbolbild "Multimedia Auge Cyberwar Cyberattacke" Copyright: Fotolia/Kobes
Simbol perang cyberFoto: Fotolia/Kobes

Berita-berita tentang serangan cyber besar-besaran yang dilakukan peretas dari Cina bukan berita baru bagi para ahli keamanan komputer. Tahun 2009 terungkap serangan cyber yang dikenal sebagai Ghostnet. Sejak itu, kehandalan para peretas Cina memang diakui. Mereka mampu melakukan serangan spionase besar-besaran. Ketika itu, berbagai lembaga ekonomi dan politik dari lebih 100 negara berhasil diinfiltrasi oleh Ghostnet.

Bagi para ahli, yang baru dalam serangan cyber kali ini adalah publikasi lengkap mengenainya. Perusahaan keamanan AS, Mandiant, mengeluarkan laporan rinci tentang pengintaian yang dilakukan kelompok peretas Cina dari Shanghai. Sejak tahun 2006, ada 141 perusahaan di Amerika Serikat yang diintai. Ratusan terabyte data dicuri. Menurut Mandiant, jejak aksi pencurian data itu jelas-jelas menunjuk pada satuan spionase komputer yang berbasis di Shanghai, yaitu unit 61398. Unit khusus ini adalah bagian dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Terbukti Dengan Jelas

Kepala Fraunhofer Institut untuk Teknologi Informasi di Darmstadt, Michael Waidner mengatakan, bukan hal baru bahwa Cina dipersalahkan melakukan spionase cyber. Baginya, yang mengejutkan justru laporan Mandiant yang sangat jelas: ”Sampai sekarang, belum ada pihak yang demikian gamblang menyatakan, ia bisa membuktikan darimana serangan itu datang.

A Chinese People's Liberation Army soldier stands guard in front of 'Unit 61398', a secretive Chinese military unit, in the outskirts of Shanghai, February 19, 2013.
Unit 61398 di Shanghai yang diduga melakukan serangan cyberFoto: Reuters

Menurut Michael Waidner, dokumentasi yang dibuat oleh Mandiant memang cukup meyakinkan. Selain itu, Beijing sampai saat ini hanya mengeluarkan bantahan dan tidak berusaha mematahkan tuduhan itu atau melakukan penyelidikan. Profesor Nazli Choucri dari Massachutes Institute of Technology menerangkan: ”Kalau orang sedang mencuri biskuit dan tiba-tiba jarinya terjepit karena ada orang lain yang menutup kaleng biskuit, si pencuri tentu kelihatan bodoh.”

Biasanya berita tentang spionase cyber dirahasiakan. Perusahaan yang mengalami pencurian data khawatir, citranya akan jatuh atau upaya pengamanan nantinya jadi lebih sulit. Tapi dalam kasus terbaru ini, laporan Mandiant menampilkan rangkaian bukti dengan sangat lengkap. Mandiant menyadari bahwa banyak perusahaan yang tidak mau disebut namanya sebagai korban pencurian data. Namun setelah pertimbangan cukup lama, ada alasan politis yang lebih penting untuk menyebarkan hasil penelitian ini secara terbuka.

Politik Cyber Jadi Tema Penting

Tidak lama setelah laporan Mandiant dikeluarkan, pemerintahan Obama mengeluarkan kertas strategi setebal 140 halaman untuk penanggulangan pencurian rahasia perusahaan. Dalam kertas strategi itu, Cina disebut sampai lebih dari 100 kali. Seminggu sebelum laporan Mandiant terbit, Obama menandangani sebuah dekrit untuk ”menghadapi ancaman serangan cyber yang meningkat secara dramatis”.

Amerika Serikat memang sangat serius menyikapi bahaya serangan cyber. Pemerintahan Obama bahkan mempertimbangkan melakukan sanksi ekonomi. Namun ini akan menjadi opsi terakhir. Karena Amerika Serikat tidak punya kepentingan melakukan perang perdagangan dengan Cina.

Menurut para ahli, yang lebih penting adalah peraturan internasional. Michael Waidner menegaskan: ”Ini tentu satu bidang yang perlu memiliki aturan internasional.” Ia menambahkan, dunia perlu sepakat bahwa serangan cyber harus ditolak, sama seperti serangan dengan senjata kovensional terhadap suatu negara.