1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aktivis Papua Gelar Aksi 1 Desember di Jakarta

1 Desember 2016

Polisi di Jakarta mengerahkan meriam air dan tembakan gas air mata untuk membubarkan aksi para aktivis Papua. Mereka memperingati deklarasi Papua Merdeka, 1 Desember 1961.

https://p.dw.com/p/2TZza
Indonesisches Militär in Papua
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images

Sekitar 150 peserta menggelar aksi dekat Bundaran HI di Jakarta memperingati Deklarasi Kemerdekaan Papua 1 Desember 1961. Ketika mendekati bundaran HI, mereka dihadang polisi. Aktivis yang menamakan diri Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia (FRI) untuk Papua Barat itu melakukan orasi dan meneriakkan yel-yel "Free Papua".

Sempat terjadi ketegangan dengan aparat ketika polisi meminta mereka mencopot semua atribut yang berhubungan dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM). "Ini cukup. Orang-orang kami telah tewas dan ditahan. Itu cukup," kata seorang peserta aksi protes yang dipanggil Cheko.

Indonesien Entlassung Filep Karma politischer Aktivist
Filep Karma, aktivis politik Papua yang menolak grasi karena merasa tidak bersalah, namun akhirnya dikeluarkan dari penjara di Jakarta setelah ditahan lebih 10 tahun (November 2015)Foto: picture-alliance/dpa/D. Mahendra

"Jangan menghalangi hak kami untuk menyuarakan aspirasi kami. Papua menuntut kebenaran dari sejarah kita," kata seroang pembicara atas sebuah truk kecil. Para pengunjuk rasa lalu menyanyikan lagu-lagu perjuangan.

Polisi berusaha membubarkan aksi itu dengan mengerahkan meriam air (water cannon) dan tembakan air mata. Empat demonstran sempat ditahan karena polisi menuduh mereka menunjukkan bendera kemerdekaan "Bintang Kejora". Sebagian besar demonstran dibawa oleh mobil polisi untuk diamankan.

Veronica Koman, seorang pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum mengatakan, LBH siap membela para pengunjuk rasa. Kelompok-kelompok HAM menuduh militer Indonesia melakukan pelanggaran HAM serius di Papua. Banyak orang Papua Barat melihat 1 Desember sebagai hari kemerdekaan mereka, yang batal karena pendudukan Indonesia.

Di Papua, militer melarang pengibaran bendera Bintang Kejora. "Saya sudah mengecek ke satuan setingkat Korem, baik Korem 171 Biak, Korem 172 Jayapura, Korem 173 Sorong dan Korem 174 Merauke melalui apel radio. Namun tidak ada laporan pengibaran 'Bintang Kejora'," tandas Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Hinsa Siburian.

Papua Barat menjadi bagian dari Indonesia setelah dilaksakan referendum yang diawasi oleh PBB. Namun banyak pihak mengeritik referendum tahun 1969 itu sebagai tidak demokratis. "Mereka merasa bahwa referendum tahun 1969 itu palsu," kata Veronica Koman.

Thomas Dandois und Valentine Bourrat Journalisten
Valentine Bourrat dan Thomas Dandois, dua jurnalis televisi Perancis yang ditahan dan dideportasi dari Papua karena melakukan pemberitaan tanpa ijin (Agustus 2014)Foto: STR/AFP/Getty Images

"Waktu itu ada 800.000 orang di Papua Barat. Dijanjikan satu orang satu suara. Tapi yang ikut referendum hanya 1.022 orang, karena sudah diatur. Mereka harus memberi suara di bawah ancaman tentara Indonesia dan intimidasi. (referendum) Ini ilegal, dan mereka ingin Indonesia mengakui bahwa dan mengadakan referendum baru, " katanya.

Presiden Joko Widodo telah berjanji untuk meningkatkan standar hidup orang Papua, yang saat ini merupakan daerah paling terbelakang di Indonesia. Jokowi sudah beberapa kali mengunjungi Papua, namun pelanggaran HAM masih sering terjadi.

Kawasan Papua juga menjadi daerah tertutup bagi jurnalis asing, sekalipun Jokowi pernah berjanji di depan publik, bahwa ia akan membuka akses ke Papua bagi wartawan. Namun niat itu terpaksa diurungkan karena penentangan militer.

hp (afp, ap)