1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aksi Telanjang Dada di Tunisia

30 Mei 2013

Seorang aktivis Tunisia bersama tiga perempuan Eropa yang menggelar protes telanjang dada, Kamis (30/5) diadili atas tuduhan kepemilikan penyemprot merica.

https://p.dw.com/p/18hMb
Foto: picture-alliance/dpa

Femen mengatakan tiga perempuan: dua asal Prancis dan satu orang Jerman ditangkap hari Rabu (29/05) di luar gedung pengadilan pusat.

Protes telanjang dada seperti ini adalah yang pertama kalinya dilakukan di dunia Arab dan menciptakan kegemparan bagi beberapa kalangan Tunisia, negeri yang setelah revolusi ditandai dengan muncul dan menguatnya kelompok-kelompok Islam garis keras.

Semprotan Merica

Di Kairouan, 150 kilometer selatan ibukota Tunis, Amina Sboui, yang dikenal dengan nama samaran Tyler dengan mengenakan pakaian tradisional Tunisia safsari, dibawa ke hadapan pengadilan.

Ia ditangkap 19 Mei lalu setelah melukis kata Femen di sebuah tembok di ibukota agama Tunisia, di mana kelompok radikal Salafi berencana menggelar kongres ilegal. Di hadapan hakim ia mengaku membawa semprotan merica selama dua bulan, untuk pertahanan diri.

Pengacaranya Souheib Bahri mengaku yakin, kliennya hanya akan divonis penjara maksimal enam bulan dengan tuduhan kepemilikan alat penyemprot merica yang biasa dipakai untuk perlindungan diri perempuan.

Kelompok Islam Marah

Amina Sboui memunculkan skandal sekaligus gelombang dukungan di internet di Tunisia yang dikenal mempunyai masyarakat yang konservatif, setelah memposting gambar-gambar dirinya yang bertelanjang dada di jejaring sosial Facebook.

Aksi ini dilaporkan telah menyebabkan munculnya ancaman pembunuhan dari kelompok Islam garis keras, yang puluhan diantaranya menggelar protes di luar pengadilan hari Kamis, sambil meneriakkan "Allahu Akbar" dan “Rakyat ingin syariat Islam ditegakkan”.

Ayah Amina yakni Mounir Sboui, sebelum pengadilan dimulai mengatakan bahwa ia bangga atas komitmen ideologi anak perempuannya, meski menggambarkan aksi anaknya itu sebagai tindakan berlebihan.

“Saya bangga atas anak perempuan saya. Kasus ini semakin lama semakin dipolitisir. Aksi-aksi dia berlebihan tapi itu dilakukan untuk membela gagasan-gagasannya,” kata dia.

Keluarga menggambarkan Amina sebagai seseorang yang menderita depresi kronis dan punya kecenderungan bunuh diri, dan untuk waktu yang lama mereka mencegahnya bepergian, dengan alasan keselamatannya terancam.

Tapi perempuan muda itu menuduh kerabatnya memenjarakan dan memukuli dirinya, hingga ia melarikan diri pada April lalu.

Sejak itu Amina sering muncul di muka umum, meski tidak pernah bertelanjang dada.

Putar Jarum Jam

Gerakan Femen, didirikan di Ukraina dan kini berbasis di Paris, telah merebak sejak 2010, dimana para feminis di seluruh dunia menggelar aksi telanjang sebagai protes untuk isu-isu yang luas mulai dari kekerasan atas perempuan hingga kediktaturan.

Tunisia yang kini dikuasai kelompok Islamis dari partai Ennahda, dikenal sebagai negara yang mempunyai hukum paling liberal di dunia Arab dalam urusan perempuan, meski kesetaraan gender belum masuk dalam konstitusi baru mereka.

Kelompok sekular dan feminis sering menuduh Ennahda ingin memutar jarum jam dalam isu hak-hak perempuan.

´Tahun lalu, sebuah upaya yang dilakukan Ennahda untuk memperkenalkan konsep gender “pelengkap“ sebagai ganti kesetaraan ke dalam konstitusi telah menimbulkan kecaman. Upaya partai Islam itu akhirnya gagal.

Edisi terbaru dari usulan naskah yang disusun April menyatakan bahwa “semua warga negara laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan tugas yang sama”.

ab/ek (afp/ap/dpa)