1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aksi Militer Koalisi Barat di Libya

21 Maret 2011

Koalisi pasukan barat telah mulai menyerang angkatan bersenjata Muammar al Gaddafi. Namun, ternyata tidak semua pihak optimis akan keberhasilan koalisi menyelamatkan Libya.

https://p.dw.com/p/10dMe
Rakyat Libya rayakan keputusan PBB dengan menggelar bendera PerancisFoto: AP

Serangan militer koalisi pasukan barat terhadap Libya ditanggapi dengan skeptis oleh harian liberal Austria Der Standard :

"Semua bisa berjalan dengan cepat di Libya, tetapi ini juga bisa menjadi perang yang berkepanjangan. Usai gelombang pertama serangan udara, Gaddafi terus melontarkan ancamannya. Ia tidak bersedia untuk menyerah. Tetapi apa yang akan terjadi, jika kelompok pemberontak terlalu lemah untuk bisa melawan Gaddafi? Pasukan koalisi tidak boleh melakukan serangan darat. Apakah pergantian rezim dengan cara cepat melalui penghancuran infrastruktur militer Gaddafi bisa berhasil, diragukan oleh para pakar militer Amerika Serikat."

Harian konservatif Inggris The Times memiliki pendapat yang sama :

"Akan sulit untuk mencapai tujuan akhir aksi militer ini. Gaddafi menunjukkan, bahwa ia siap menekan rakyatnya secara brutal dan berdarah. Keputusan PBB adalah misi kemanusiaan dengan tujuan pembubaran rezim. Sikap Gaddafi menunjukkan, bahwa misi kemanusiaan tidak dimungkinkan, selama ia masih berkuasa dan terus menggunakan kekerasan. Yang terbaik adalah, jika kelompok pemberontah di Libya bisa memaksa Gaddafi mengundurkan diri, sementara angkatan udara pasukan koalisi barat menahan jet tempur dan artileri Gaddafi. Tidak boleh ada waktu yang disia-siakan, Gaddafi harus dihentikan secepat mungkin."

Aksi militer melawan Gaddafi juga dikomentari oleh harian konservatif Perancis Le Figaro :

"Semakin banyak waktu berlalu, semakin besar resiko, bahwa serangan udara pasukan koalisi juga menewaskan warga sipil. Perancis bersama dengan Inggris menunjukkan sikap yang tegas. Amerika Serikat lebih berhati-hati dan mengatakan, tidak bermaksud menggulingkan Gaddafi dari kekuasaan. Dan Liga Arab telah mengritik, bahwa seharusnya keputusan PBB dibatasi pada zona larangan terbang saja. Pada akhirnya, persetujuan perang ini baru akan diperoleh jika perang berhasil dimenangkan. Untuk menghindari konflik yang berlarut-larut dan timbulnya bahaya perpecahan negara, kelompok pemberontak harus memanfaatkan dukungan yang ada dengan membenahi organisasi, memulai serangan dan membentuk rezim baru di Tripoli."

Harian Bulgaria Standart mengecam kerjasama di masa lalu antara dunia barat dan pemegang kekuasaan Libya Muammar al Gaddafi :

"Dunia selalu menutup mata terhadap Gaddafi, metode pemerintahannya dan cara ia memanipulasi. 40 tahun lamanya, ia membiayai jaringan teroris dan serangan di dunia barat. Ia menantang secara moral dan politik. Setiap kali ia lolos. Karena semua kompromi di tahun-tahun sebelumnya, negara barat kini terjebak dalam situasi yang mudah terluka secara moral."

Terakhir, harian liberal Italia La Stampa yang menganggap serangan pasukan koalisi di Libya sebagai bentuk strategi Barack Obama :

"Kita tidak boleh membiarkan diri ditipu oleh gambar di layar televisi yang melaporkan intervensi di Libya. Karena lain dengan yang terlihat, ini adalah perang Amerika Serikat yang mengincar Afrika dan bukan Timur Tengah. Serangan Eropa terhadap Muammar al Gaddafi terlihat jelas seperti usaha terakhir Inggris dan Perancis untuk memperbaiki citra mereka di mata dunia internasional. Serangan Eropa terhadap negara yang menjadi sekutu dalam 30 tahun terakhir menunjukkan strategi politik yang gagal. Ketidakberhasilan yang sudah di depan mata ini, membuat Amerika Serikat memutuskan untuk mendesak ke kawasan Laut Tengah yang belakangan nyaris hanya dipengaruhi oleh Eropa."

Vidi Legowo-Zipperer / dpa

Editor : Agus Setiawan