1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ahtisaari: DK PBB Punya Andil Atas Kebuntuan Suriah

Knigge7 Februari 2013

Peraih Nobel Perdamaian, Martti Ahtisaari: menuding perpecahan di DK PBB sebagai hal yang menyebabkan kebuntuan dalam penanganan Suriah. Solusinya, diadakan pemilu demokratis di Suriah dan transisi pemerintahan.

https://p.dw.com/p/17Yu4
Martti AhtisaariFoto: Getty Images

Mediator internasional, Martti Ahtisaari yang juga pernah menangani konflik Aceh menyempatkan diri berbincang dengan Deutsche Welle mengenai krisis di Suriah yang semakin meruncing. Berikut perbincangannya.

DW: Jumlah korban tewas dalam krisis di Suriah mencapai lebih dari 60 ribu orang. Apakah masyarakat internasional tak lagi menaruh perhatian pada Suriah?

Martti Ahtisaari: Jumlahnya korban tewas lebih dari itu, bahkan mencapai sekitar 70 ribu orang. Saya rasa itu sangat penting untuk memperhatikan angka korban jiwa. Angka 70 ribu orang itu hanya yang teridentifikasi, artinya jumlah sebenarnya mungkin lebih banyak dari itu. Hitungan itu berlaku pula pada jumlah pengungsi, yang mencapai 700 ribu orang, ditambah lagi sekitar 150 ribu orang ynag melarikan diri ke negara-negara tetangga. Yang memicu kejengkelan kini adalah cara penanganan konflik itu sendiri. Ketika saya di New York, dulu, Sekjen PBB dan Liga Arab menawarkan Kofi Annan sebagai utusan khusus.

Menurut pendapat saya, harus dibuka wacana yang serius. Ketika misalnya saya bicara dengan Rusia, maka jelas menurut mereka oposisi tak boleh memegang senjata dan segara dibuka dialog antara oposisi dengan rezim pemerintah di bawah Presiden Basyar al Assad. Namun hal itu tetap tak terjadi, hingga kini masih juga belum ada kesempatan dialog.

Seharusnya kelima anggota Dewan Keamanan PBB merumuskan dulu idenya dan mengimplementasikannya. Lalu kita membutuhkan dukungan dari kedua belah pihak. Dialog harus melibatkan baik Arab Saudi maupun Qatar, selain itu juga dengan Iran. Ini penting agar tak lagi jatuh lebih banyak korban jiwa.

Namun ini nampaknya belum juga terjadi, sangat sulit untuk mengubah keadaan. Setelah saya kembali dari Kosovo, saya mendapat kunjungan dari seseorang yang mengerjakan perencanaan pemilu di Suriah, dan ide ini tidak sepenuhnya salah. Kemudian, pada satu titik saya merasa, dengan sedikit tekanan mungkinkah dapat mempengaruhi oposisi? Jika mereka memiliki banyak dukungan, maka akan dapat menjalani pemilu.

Sementara itu saya tak yakin, bahwa pemerintah masih memiliki memiliki cara untuk dapat menyelenggarakan pemilu. Namun harus ada yang lainnya yang melakukannya? Apakah itu PBB? Secara prinsip, PBB memang kompeten dalam penyelenggaraan pemilu. Namun masih harus dipertanyakan apakah orang-orang di Suriah mau sukarela meletakkan senjata dan memberi ruang waktu bagi terselenggaranya pemilu yang bebas dari senjata?

Maka dari itu dibutuhkan pula kekuatan misi penjaga perdamaian, yang berdasarkan pengalaman, kurang lebih jumlahnya 10 ribu serdadu. Waktu kami menyelenggarakan misi pemantauan di Namibia, disediakan 3500 serdadu dan 150 polisi, jadi jumlah keseluruhannya mencapai 5000 orang. Namun kondisi Namibia lebih kondusif dibanding Suriah.

DW:Apakah ada satu tiitk pada masanya untuk menghentikan pertumpahan darah di Suriah?

MA: Pertama-tama, desak lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa untuk terlibat dalam pembicaraan mengenai Suriah. Saya meninggalkan New York pada Februari tahun lalu dengan mendapatkan kesan bahwa lima anggota tetap DW PBB termasuk Rusia dan negara-negara barat, tidak sepenuhnya berbeda pandangan. Jadi sangat mungkin setidaknya memulai suatu diskusi.

Tapi, ketika Kofi Annan (utusan khusus PBB untuk Suriah) dinominasikan dulu, ia dengan cepat menyadari bahwa ia tak mendapat dukungan. Saya pikir, pertama-tama ia harus mendapatkan kesempatan untuk membiasakan diri dengan situasi keseluruhan. Dia harus mengunjungi semua markas anggota tetap DK PBB dan bicara dengan para anggota tidak tetap DK PBB. Kesempatan ini yang tak diperolehnya.

DW: Apa yang seharusnya dilakukan?

MA: Anda lihat sepanjang saya menekuni karir saya, seorang mediator tidak akan berhasil jika tidak ada dukungan dari aktor-aktor utama. Oleh sebab itu, saya pikir, akan sulit jika tidak ada dukungan yang jelas dari lima anggota tetap DK PBB. Memang keseluruhan prosesnya membuat frustrasi, tapi kita tidak boleh menyerah. Saya tak dapat membayangkan bagaimana pemerintah Suriah dapat mengorganisir pemilu itu. Oleh sebab itu dibutuhkan pihak luar, yang dapat diandalkan dan independen untuk menyelenggarakannya. Saya yakin ini solusi yang demokratis. Jika kedua pihak yang berseteru yakin dengan kekuataannya untuk menang maka tak boleh menghindari solusi demokratis ini. Karena pertanyaannya pada oposisi misalnya adalah, ‘Jika kalian mengorganisir pemilu yang rapi, dengan bantuan dari PBB, apa lagi yang dicemaskan? Apakah kalian takut tak akan menang?'

DW: Apakah Anda melihat kemungkinan bahwa Assad akan mundur?

MA: Jika ia mau, ia pasti sudah melakukannya. Maka dari itu saya berpikir bahwa pemilu merupakan jalan keluarnya. Tapi yang mana lebih dulu? Pemilu presiden atau pemilu parlemen? Pertanyaan itu harus jelas dulu dalam pembicaraan. Saya berharap adanya delegasi dari oposisi maupun rejim (tak harus Assad) yang dapat berbicara satu sama lain.

Innovationskonferenz Digital Life Design (DLD) München Martti Ahtisaari
Martti Ahtisaari di MünchenFoto: picture alliance / dpa

DW: Bagaimana perkiraan Anda: Apakah akan semakin banyak jatuh korban jiwa hingga Assad tumbang atau akan ada solusi terlebih dahulu sebelumnya?

MA: Saya saat ini München mengikuti pembahasan konflik atom Iran dan berlanjut pada pembahasan tentang Suriah. Saya berharap agar perundingan ini akan sesegera mungkin dapat dimulai dan membawa dampak yang menenangkan. Karena jika perundingan ini relatif cepat dimulai, maka dampaknya juga akan terasa pada penanganan konflik Israel-Palestina, yang mungkin juga dapat membantu Suriah.

Saya rasa, kita seharusnya menggunakan berbagai cara, untuk dapat menghentikan pembunuhan di Suriah. Sangat disayangkan jika masyarakat internasional dipandang tidak kompeten dalam menyelesaikan masalah ini, meskipun sekarang mungkin kata-kata yang tepat adalah 'mendekati impotensi'.

Martti Ahtisaari, mantan presiden Finlandia, dari tahun 1994-2004. Ia merupakan utusan khusus PBB untuk Kosovo. Tahun 2008 ia mendapat penghargaan Nobel Perdamaian. Ahtisaari juga dikenal sebagai aktor utama dalam penanganan konflik Aceh.